KAMUS HUKUM PAJAK

Apa Itu Asas Ultimum Remedium?

Hamida Amri Safarina | Rabu, 14 Juli 2021 | 19:24 WIB
Apa Itu Asas Ultimum Remedium?

DALAM Naskah Akademik (NA) Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), pemerintah menyatakan penggunaan ketentuan asas ultimum remedium dalam Pasal 44B UU KUP yang saat ini berlaku masih terbatas.

Keterbatasan tersebut mengakibatkan pemulihan kerugian pada pendapatan negara menjadi tidak optimal. Sebab, pembayaran kerugian pada pendapatan negara dan/atau sanksi pada saat perkara telah dilimpahkan ke pengadilan atau pada saat persidangan tidak membatalkan tuntutan jaksa. Kondisi tersebut dinilai pemerintah menyebabkan asas ultimum remedium tidak berlaku bagi terdakwa.

Adapun asas hukum ultimum remedium sangat melekat dalam sistem hukum pidana perpajakan di seluruh dunia. Negara yang menerapkan sistem hukum Eropa Kontinental dan Anglo-Saxon sama-sama menganut prinsip ultimum remedium.

Baca Juga:
Apa Itu Simbara?

Lantas, apakah yang dimaksud dengan asas ultimum remedium?

Beberapa ahli di bidang hukum pidana berpendapat hukum pidana merupakan ultimum remedium. Artinya, hukum pidana menjadi jalan terakhir dan tidak boleh digunakan pada tahapan awal penegakan hukum (Elgar, 2004).

Kemudian, Faure, Oudijk, dan Schaffmeister (1994) mengemukakan bahwa hukum pidana hanya diterapkan kepada seseorang yang melanggar hukum dengan tingkatan berat. Sanksi pidana atas pelanggaran yang dilakukan tersebut lebih berat daripada jenis sanksi lainnya. Oleh karena itu, sanksi hukum pidana sebaiknya diterapkan jika jenis sanksi lainnya tidak mampu menyelesaikan permasalahan pelanggaran hukum.

Bemmelen (1984) menyatakan pidana dan proses pemidaan harus dipandang tidak hanya sebagai sarana untuk perbaikan pelanggaran hukum yang dilakukan. Hukum pidana dianggap sebagai sarana untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Oleh karena itu, penggunaan hukum pidana harus dijadikan sarana terakhir (ultimum remedium) dan harus dibatasi penggunaannya.

Baca Juga:
Apa Itu e-PHTB Notaris/PPAT?

Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia, tidak terdapat definisi ultimum remedium secara eksplisit. Namun demikian, di Indonesia, penerapan asas ultimum remedium sudah muncul sejak era reformasi pajak jilid pertama pada 1983 dengan penyampaian secara implisit.

Asas ultimum remedium tersebut tercermin dari rumusan Pasal 8 ayat (3) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dengan pasal tersebut, wajib pajak berhak menghentikan berlanjutnya proses pemeriksaan ke tahap penyidikan setelah mengakui kesalahan dan melunasi kekurangan pajak berikut denda administrasinya.

Sementara itu, berdasarkan pada hukum positif yang berlaku, asas ultimum remedium tersebut dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 44B ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007. Pasal a quo mengatur atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan. Penghentian penyidikan tersebut dapat dilakukan sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan.

Simpulan

Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan ultimum remedium ialah jalan terakhir dalam melakukan penegakan hukum. Sanksi pidana diberikan hanya jika sarana atau instrumen penegakan hukum lainnya tidak lagi berfungsi. Meskipun menjadi upaya terakhir, hukum pidana memiliki peran penting dalam mendukung penegakan hukum adminisrasi. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

15 Juli 2021 | 10:12 WIB

Terimakasih DDTC atas Ilmunya

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 17:30 WIB KAMUS PENERIMAAN NEGARA

Apa Itu Simbara?

Rabu, 16 Oktober 2024 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu e-PHTB Notaris/PPAT?

Jumat, 11 Oktober 2024 | 17:30 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Update 2024: Apa Itu Kapasitas Fiskal Daerah?

Selasa, 08 Oktober 2024 | 11:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Program Business Development Services (BDS) dari DJP?

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja