AUSTRALIA

Wah, Google Sepakat Bayar Pajak Sekitar Rp4,6 triliun di Negara Ini

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 18 Desember 2019 | 16:23 WIB
Wah, Google Sepakat Bayar Pajak Sekitar Rp4,6 triliun di Negara Ini

Ilustrasi. (foto: ep01.epimg.net)

CANBERRA, DDTCNews – Raksasa digital Google telah sepakat untuk membayar pajak senilai AUD481,5 juta (setara Rp4,6 triliun) kepada Australian Tax Office (ATO). Kesepakatan ini merupakan kemenangan besar bagi ATO dalam menekan perusahaan raksasa teknologi agar membayar pajak.

Wakil Komisaris ATO Mark Konza yang telah mengawasi banyak pekerjaan ATO yang berkaitan dengan perusahaan multinasional ini mengatakan kesepakatan tersebut merupakan pencapaian besar bagi sistem pajak Australia.

"Kesepakatan ini menambah sederet keberhasilan signifikan ATO dalam mengubah perilaku pembayar pajak digital secara positif dan secara signifikan meningkatkan pajak yang mereka bayarkan di Australia," katanya.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Kesepakatan tersebut mencakup kewajiban pajak Google mulai dari 2008 hingga 2018. Adanya kesepakatan pembayaran ini sekaligus dapat membantu pemerintah Australia meningkatkan surplus anggarannya yang jatuh akibat pertumbuhan ekonomi yang lemah.

Kesepakatan itu juga merupakan hasil dari upaya kampanye yang diluncurkan pada 2015. Adapun kampanye itu ditujukan untuk membuat perusahaan multinasional, terutama raksasa teknologi, membayar kewajiban pajaknya di Australia

Kampanye tersebut mencakup upaya intensifkasi audit pada perusahaan teknologi melalui divisi khusus di ATO. Selain itu, ada pula upaya memperkenalkan serangkaian regulasi yang dirancang agar perusahaan teknologi membukukan penjualannya di Australia secara lokal.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Lebih lanjut, ATO mengatakan kesepakatan yang dibuat dengan Google dan perusahaan raksasa digital lain termasuk Microsoft, Apple dan Facebook membawa tambahan pendapatan dari pemain industri e-commerce menjadi AUD1,25 miliar (setara Rp12,1 triliun).

Selain itu, masa kerja divisi khusus yang mengawasi penghindaran pajak diperpanjang hingga 2023. Perpanjangan itu guna memastikan ATO dapat terus mengejar masalah penghindaran pajak. Hal ini juga memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa ATO berupaya melindungi basis pajak Australia.

Di sisi lain, seorang juru bicara Google mengatakan kesepakatan itu tidak hanya menyelesaikan sengketa pajak perusahaan. Pasalnya, melalui kesepakatan tersebut, Google mendapat kepastian terkait dengan perlakuan pajak di masa depan.

Baca Juga:
DJP Tunjuk 13 Perusahaan Asing sebagai Pemungut PPN PMSE

Adapun Google sebelumnya beroperasi dengan menagih pelanggan Australia melalui cabangnya di Singapura. Sementara itu, Google menegaskan kantornya di Australia hanya melakukan layanan untuk grup global.

Struktur ini menjadikan pendapatan Google dari pelanggan Australia tidak pernah menyentuh kantor cabang di Australia. Tidak tanggung-tanggung, pendapatan tersebut diperkirakan mencapai AUD2 miliar (setara Rp19,2 triliun) per tahun,

Hal ini membuat kantor Google di Australia menghasilkan sedikit pendapatan atau bahkan tidak sama sekali. Alhasil, laba yang dapat dikenakan pajak oleh ATO sangat minim. Namun, pada 2016 setelah diperkenalkannya undang-undang anti-penghindaran multinasional, Google merestrukturisasi bisnisnya.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Bergerak Dinamis, Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS

Kini kantor Google di Australia menjadi reseller sehingga mengantongi sebagian aliran pendapatan di bawah payung hukum ATO. Sementara itu, Jason Ward, analis utama di Pusat Pajak dan Penelitian Korporat Internasional menyebut kesepakatan itu sebagai berita besar.

“Tidak ada keraguan bahwa ATO mengumpulkan lebih banyak dari apa yang terutang dari raksasa teknologi daripada kebanyakan otoritas pajak global lainnya. ATO melakukan pekerjaannya dengan baik,” katanya seperti dilansir the guardian. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 29 Januari 2025 | 09:30 WIB KURS PAJAK 29 JANUARI 2025 - 04 FEBRUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Rabu, 22 Januari 2025 | 09:25 WIB KURS PAJAK 22 JANUARI 2025 - 28 JANUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Senin, 20 Januari 2025 | 18:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

DJP Tunjuk 13 Perusahaan Asing sebagai Pemungut PPN PMSE

Rabu, 15 Januari 2025 | 08:47 WIB KURS PAJAK 15 JANUARI 2025 - 21 JANUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Bergerak Dinamis, Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30 WIB PMK 119/2024

Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:15 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Lima Hal yang Membuat Suket PP 55 Dicabut Kantor Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:00 WIB KOTA BANTUL

Banyak Penambang Tak Terdaftar, Setoran Pajak MBLB Hanya Rp20,9 Juta

Minggu, 02 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX DJP

PIC Kini Bisa Delegasikan Role Akses Pemindahbukuan di Coretax DJP

Minggu, 02 Februari 2025 | 11:30 WIB KOTA MEDAN

Wah! Medan Bisa Kumpulkan Rp784,16 Miliar dari Opsen Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 116/2024

Organisasi dan Tata Kerja Setkomwasjak, Unduh Peraturannya di Sini