FILIPINA

Unggul di Pemilu 2022, Capres Ini Dituntut Lanjutkan Reformasi Pajak

Dian Kurniati | Minggu, 22 Mei 2022 | 12:00 WIB
Unggul di Pemilu 2022, Capres Ini Dituntut Lanjutkan Reformasi Pajak

Pendukung calon presiden Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr., putra yang senama mendiang diktator Filipina, dan calon wakil presiden Sara Duterte-Carpio, putri Presiden Filipina Rodrigo Duterte, menonton pertunjukan kembang api selama kampanye terakhir sebelum pemilihan nasional 2022, di Kota Paranaque, Metro Manila, Filipina, Sabtu (7/5/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Eloisa Lopez/FOC/djo

MANILA, DDTCNews - Kementerian Keuangan Filipina menyatakan calon presiden yang memenangkan pemilu 2022 harus melanjutkan program reformasi pajak yang telah dimulai Presiden Rodrigo Duterte.

Menteri Keuangan Carlos Dominguez III mengatakan pemerintahan Duterte telah mengawali langkah reformasi untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Menurutnya, program tersebut harus dilanjutkan sehingga penerimaan negara lebih berkelanjutan.

"Konsolidasi fiskal akan memerlukan pajak yang lebih tinggi, mengurangi anggaran nonprioritas, dan pendorong pemulihan ekonomi," sebut Dominguez dalam laporan bertajuk Economic Development Cluster (EDC), dikutip pada Minggu (22/5/2022).

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Laporan EDC menyebut Duterte akan mewariskan sebanyak 40 proyek infrastruktur unggulan senilai P365,2 miliar atau setara dengan Rp102 triliun pada akhir masa jabatannya. Namun, terdapat proyek-proyek lainnya yang menunggu dikerjakan Marcos Jr. dalam periode pemerintahannya.

Mengingat besarnya kebutuhan pembangunan infrastruktur di Filipina, Kemenkeu berharap Marcos Jr memprioritaskan kelanjutan pembangunan infrastruktur. Proyek tersebut sebagian besar akan dibiayai menggunakan penerimaan yang dihasilkan dari reformasi pajak.

Program reformasi pajak yang dilaksanakan Duterte telah menghasilkan tambahan penerimaan senilai P575,8 miliar atau Rp158,7 triliun sepanjang 2018-2021. Langkah reformasi telah dilakukan secara signifikan melalui mengesahkan sejumlah undang-undang tentang pajak.

Baca Juga:
Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

UU Reformasi Pajak untuk Percepatan dan Inklusi (Tax Reform for Acceleration and Inclusion (TRAIN) yang ditetapkan pada 2018 menjadi payung hukum penyelenggaraan tax amnesty dan memberlakukan tarif pajak yang lebih tinggi.

Tarif pajak yang dimaksud adalah tarif pajak penghasilan sebesar 35% dari sebelumnya 32% untuk wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan kena pajak melebihi P8 juta atau setara dengan Rp2,25 miliar per tahun.

Implementasi UU TRAIN telah menghasilkan tambahan penerimaan senilai P68,4 miliar pada 2018; P134,7 miliar pada 2019; P144 miliar pada 2020; dan P228,6 miliar 2021.

Baca Juga:
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Mengutip dari laporan EDC, pemerintahan selanjutnya harus memastikan rasio akumulasi utang terhadap PDB makin kecil. Untuk itu, ekonomi perlu tumbuh pada tingkat yang lebih tinggi dari 6%, seperti yang dilakukan oleh pemerintahan Duterte.

Saat ini, pemerintahan Duterte telah menyelesaikan sejumlah undang-undang yang akan berguna untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di antaranya UU Liberalisasi Perdagangan Ritel, UU Penanaman Modal Asing, dan UU Pelayanan Publik.

"Dengan penurunan utang dan pembayaran utang ke tingkat yang dapat dikelola. Ini akan memberi ruang bagi konsolidasi fiskal," bunyi laporan EDC seperti dilansir business.inquirer.net. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU