AUSTRALIA

Tukar Informasi, Sistem Pencocokan Data Dikembangkan

Kurniawan Agung Wicaksono | Selasa, 18 September 2018 | 19:11 WIB
Tukar Informasi, Sistem Pencocokan Data Dikembangkan

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Kantor Pajak Australia mengembangkan teknologi pencocokan data. Langkah tersebut untuk mendukung pertukaran informasi dengan lebih dari 100 otoritas pajak luar negeri mulai bulan ini.

Teknologi pencocokan data (data matching) ini diproyeksi akan membantu Kantor Pajak Australia (Australian Taxation Office/ATO) saat melacak pendapatan luar negeri yang tersisa dari pengembalian pajak. Apalagi, warga Australia meninggalkan skema pembayaran tunai.

Asisten Komisaris Kath Anderson mengatakan ATO berada di garis terdepan dalam pengembangan suatu standar global untuk pengumpulan, pelaporan, dan pertukaran informasi mengenai warga pajak asing.

Baca Juga:
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

"Pajak yang hilang dari pendapatan yang tidak dilaporkan merupakan biaya yang signifikan bagi masyarakat. Jumlahnya mungkin kecil secara individual, tapi jika dilakukan Bersama-sama akan bertambah hingga banyak,” katanya, seperti dikutip dari Financial Review, Selasa (18/9/2018).

Alat analitik baru ini digunakan untuk menganalisis kumpulan data pemerintah sehingga mampu mengidentifikasi inkonsistensi. Ini menjadi bagian dari upaya pemerintah memulihkan kekurangan tahunan (shortfall) hingga US$1,4 miliar.

Indentifikasi pembayar pajak dengan sumber pendapatan asing juga dilakukan dengan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Australia (Australian Transaction Reports and Analysis Centre/AUSTRAC), Foreign Account Tax Compliance Act, dan perjanjian pertukaran internasional lainnya.

Baca Juga:
Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Berdasarkan analisis data AUSTRAC, warga Australia paling sering menerima dana asing dari negara-negara luar. Negara-negara tersebut, antara lain seperti Inggris, Amerika Serikat, China, Swiss, Hong Kong, Selandia Baru, dan Singapura.

Kath memahami setiap orang bisa berbuat kesalahan dan lupa memasukkan sebagian dari pendapatan mereka. Namun, bagi pihak yang meninggalkan pendapatan untuk menghindari pembayaran pajak yang adil harus menyadari adanya hukuman dan denda bunga.

Hukuman untuk kesalahan pelaporan berupa denda dengan kisaran 25% hingga 75% dari kekurangan pendapatan yang belum dilaporkan. Selain itu, orang tersebut harus membayar kembali uang yang terutang.

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

“Selain tunai, kita juga melihat pembayar pajak, baik sengaja atau tidak sengaja, kurang memasukkan pendapatan dari pekerjaan kedua, keuntungan modal pada cryptocurrency, ekonomi pertunjukan, dan pendapatan lain yang bersumber dari luar negeri,” imbuhnya.

Dengan proses perekaman sejumlah informasi pada tahun ini, ATO berpotensi membuat pengembalian pajak lebih cepat dan lebih mudah. Selain itu, ATO akan lebih cepat mengidentifikasi orang-orang yang kurang mendeklarasikan pendapatannya.

Kath juga mengkhawatirkan kebiasan pembayar pajak yang tidak memasukkan pendapatan luar negeri dari pension, pekerjaan, investasi, pendapatan bisnis, atau keuntungan modal pada aset yang berada di luar Australia.

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

“Pengumpulan data tambahan ini akan membantu kami mengidentifikasi orang-orang yang dengan sengaja menghilangkan pendapatan dari pengembalian pajak mereka. Namun, sistem ini juga membantu pencatatan lebih akurat,” jelas Kath.

ATO menerima pendanaan senilai US$130 juta untuk meningkatkan langkah pencocokan pendapatan serta melacak pajak yang belum dibayar dari pendapatan asing, distribusi dari kemitraan, serta informasi capital gainuntuk properti dan saham. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci