Ilustrasi. (DDTCNews)
WASHINGTON DC, DDTCNews—Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China memanas seiring dengan perintah Presiden Donald Trump melarang warga negara dan entitas bisnis AS bertransaksi dengan pemilik TikTok, ByteDance.
Tak hanya aplikasi TikTok, Trump juga melarang warga dan pelaku usaha AS bertransaksi dengan operator WeChat, Tencent. Aturan ini berlaku hingga 45 hari ke depan atau sampai dengan pertengahan September 2020.
"Aplikasi TikTok digunakan untuk kampanye disinformasi yang menguntungkan Partai Komunis China," kata Trump dikutip Jumat (7/8/2020).
Trump menyebutkan pemerintah AS harus bertindak agresif terhadap kegiatan operasional TikTok di Negeri Paman Sam. Larangan melakukan transaksi dengan TikTok ini disebut Trump sebagai upaya melindungi keamanan nasional.
Perihal WeChat, Trump menganggap layanan WeChat secara aktif melakukan pengumpulan data pengguna dan memungkinkan otoritas China mengakses informasi dan data pribadi warga AS yang menggunakan aplikasi WeChat.
Perintah Donald Trump disebut sebagai bagian dari strategi pemerintah AS mendorong Microsoft Corp mengakuisisi operasional TikTok di AS. Dukungan diberikan dengan syarat porsi yang substansial dari harga penjualan TikTok kepada Microsoft.
Saat ini, pengguna aktif aplikasi TikTok di AS mencapai 100 juta users. Adapun WeChat digunakan sekitar 3 juta pengguna yang mayoritas merupakan warga negara China atau warga AS keturunan China.
Pelarangan transaksi TikTok dan WeChat ini pada akhirnya menambah rangkaian ketegangan hubungan ekonomi dan politik antara AS dengan China. Baru-baru ini, Pemerintah AS dan China bersitegang.
Pasalnya, pemerintah AS memerintahkan China untuk mengosongkan kantor konsulat yang berada di Houston, Texas. Aksi tersebut dibalas China dengan meminta AS mengosongkan kantor konsulatnya di Kota Chengdu.
Sementara itu, pakar teknologi dari Center for Strategic and International Studies James Lewis mengatakan perintah eksekutif Presiden Donald Trump menjadi sinyal perpecahan hubungan digital antara AS dengan China.
Menurutnya, Negeri Tirai Bambu tidak akan tinggal diam dengan kebijakan baru AS atas perusahaan digitalnya. Aksi balasan kemungkinan besar akan dilakukan China dalam waktu dekat.
"Ini adalah perpecahan dunia digital antara AS dengan China dan tentu saja, China akan membalas," tuturnya dilansir dari Global News. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.