RUU OMNIBUS LAW PERPAJAKAN

Tarif Pajak Daerah Diatur Ulang, Wali Kota: Tak Jadi Soal, Asalkan...

Dian Kurniati | Kamis, 05 Maret 2020 | 11:11 WIB
Tarif Pajak Daerah Diatur Ulang, Wali Kota: Tak Jadi Soal, Asalkan...

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews—Seluruh wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) tidak mempersoalkan rencana pemerintah pusat untuk merasionalisasikan tarif pajak daerah.

Ketua Apeksi yang juga Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany meyakini RUU Omnibus Law Perpajakan itu dimaksudkan untuk menarik lebih banyak investasi ke daerah. Tak menutup kemungkinan, RUU justru mampu meningkatkan PAD.

“Kami akan lihat dulu sejauh mana pembatasannya. Kami juga ingin memastikan apakah ini jadi penghambat terhadap kemandirian fiskal atau membantu kami," katanya di Jakarta, Rabu (4/3/2020).

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Airin meyakini pemerintah pusat akan membuat kebijakan tarif pajak daerah secara objektif. Demikian pula dengan proses penjatuhan sanksi tetap melewati prosedur yang tepat, seperti pemotongan atau menunda transfer ke daerah.

Menurutnya, Apeksi mengharapkan RUU Omnibus Law Perpajakan bisa mendatangkan banyak investasi ke daerah, sehingga kemandirian fiskal daerah bisa menjadi lebih baik dan tak terlalu bergantung pada transfer pemerintah pusat.

Namun demikian, Apeksi mengingatkan pemerintah pusat bahwa pemda selama ini sangat mengandalkan penerimaan pajak dan retribusi sebagai sumber utama PAD. Jika tarif akan dibatasi, Airin berharap jenis pajak dan retribusi tidak dikurangi.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Seperti diketahui, pemerintah melalui RUU Omnibus Law Perpajakan menginginkan semua ketentuan pajak daerah dapat sejalan dengan arah kebijakan fiskal nasional. Hal ini bertujuan untuk menggenjot investasi di dalam negeri.

Oleh karena itu, pemerintah pusat tidak akan segan memberikan sanksi apabila pemerintah daerah menerapkan tarif pajak tinggi atau tidak sesuai kebijakan fiskal nasional, sehingga mengganggu investasi. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan