RUU OMNIBUS LAW PERPAJAKAN

Tarif Pajak Daerah Diatur Ulang, Wali Kota: Tak Jadi Soal, Asalkan...

Dian Kurniati | Kamis, 05 Maret 2020 | 11:11 WIB
Tarif Pajak Daerah Diatur Ulang, Wali Kota: Tak Jadi Soal, Asalkan...

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews—Seluruh wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) tidak mempersoalkan rencana pemerintah pusat untuk merasionalisasikan tarif pajak daerah.

Ketua Apeksi yang juga Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany meyakini RUU Omnibus Law Perpajakan itu dimaksudkan untuk menarik lebih banyak investasi ke daerah. Tak menutup kemungkinan, RUU justru mampu meningkatkan PAD.

“Kami akan lihat dulu sejauh mana pembatasannya. Kami juga ingin memastikan apakah ini jadi penghambat terhadap kemandirian fiskal atau membantu kami," katanya di Jakarta, Rabu (4/3/2020).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Airin meyakini pemerintah pusat akan membuat kebijakan tarif pajak daerah secara objektif. Demikian pula dengan proses penjatuhan sanksi tetap melewati prosedur yang tepat, seperti pemotongan atau menunda transfer ke daerah.

Menurutnya, Apeksi mengharapkan RUU Omnibus Law Perpajakan bisa mendatangkan banyak investasi ke daerah, sehingga kemandirian fiskal daerah bisa menjadi lebih baik dan tak terlalu bergantung pada transfer pemerintah pusat.

Namun demikian, Apeksi mengingatkan pemerintah pusat bahwa pemda selama ini sangat mengandalkan penerimaan pajak dan retribusi sebagai sumber utama PAD. Jika tarif akan dibatasi, Airin berharap jenis pajak dan retribusi tidak dikurangi.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Seperti diketahui, pemerintah melalui RUU Omnibus Law Perpajakan menginginkan semua ketentuan pajak daerah dapat sejalan dengan arah kebijakan fiskal nasional. Hal ini bertujuan untuk menggenjot investasi di dalam negeri.

Oleh karena itu, pemerintah pusat tidak akan segan memberikan sanksi apabila pemerintah daerah menerapkan tarif pajak tinggi atau tidak sesuai kebijakan fiskal nasional, sehingga mengganggu investasi. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN