PEMILU 2024

Target Rasio Pajak dari 3 Pasangan Capres-Cawapres, Berikut Detailnya

Muhamad Wildan | Jumat, 01 Desember 2023 | 16:30 WIB
Target Rasio Pajak dari 3 Pasangan Capres-Cawapres, Berikut Detailnya

Calon presiden dan calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan (kedua kanan) dan Muhaimin Iskandar (kanan), Capres dan Cawapres dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kedua kiri), serta Capres dan Cawapres Ganjar Pranowo (ketiga kiri) dan Mahfud MD (ketiga kanan). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

JAKARTA, DDTCNews - Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang maju dan berkompetisi di Pilpres 2024 memiliki agenda meningkatkan rasio pajak (tax ratio) ataupun rasio pendapatan negara bila terpilih.

Pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar secara eksplisit menargetkan rasio pajak (tax ratio) sebesar 13% hingga 16% pada 2029. Untuk mengejar target tersebut, pasangan nomor urut 1 ini akan memperluas basis pajak dan memperbaiki kepatuhan pajak.

Anies-Cak Imin juga berencana membentuk badan penerimaan negara yang bertugas memperbaiki integritas dan koordinasi antarinstansi guna menaikkan penerimaan negara. Badan penerimaan negara bakal langsung berada di bawah presiden.

Baca Juga:
NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sementara itu, pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berencana untuk meningkatkan rasio penerimaan negara menjadi sebesar 23% dari PDB. Salah satu strategi yang akan dilakukan ialah dengan membentuk badan penerimaan negara.

Selain itu, Prabowo-Gibran juga akan membangun single identity number (SIN) guan mempermudah pelacakan pajak, ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, menaikkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dan menurunkan tarif PPh Pasal 21.

Di lain pihak, pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD tak secara eksplisit menyebutkan target tax ratio. Namun, Ganjar dalam beberapa kesempatan menyatakan tax ratio perlu ditingkatkan melalui perbaikan sistem.

Baca Juga:
Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Menurut Ganjar, rendahnya tax ratio disebabkan oleh sistem pajak yang masih rumit. Oleh karena itu, diperlukan digitalisasi sistem administrasi perpajakan agar seluruh pembayaran sudah terekam dalam sistem.

Isu tax ratio juga menjadi salah satu topik yang ditanyakan dalam survei pajak dan politik yang digelar oleh DDTCNews. Sebagai informasi, survei berjudul Saatnya Parpol & Capres Bicara Pajak tersebut melibatkan 2.080 responden dari 36 provinsi di Indonesia.

Berdasarkan laporan hasil survei yang dirilis pada 28 November 2023, mayoritas responden (64,7%) menilai agenda penambahan objek pajak/cukai/bea baru diperlukan untuk meningkatkan tax ratio. Hanya 16,9% responden yang memandang tidak perlu.

Baca Juga:
Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Mayoritas responden (65,1%) juga memandang agenda pengurangan fasilitas pajak diperlukan untuk menaikkan tax ratio. Sementara itu, sebanyak 19,0% responden memilih netral dan 15,8% responden memilih tidak perlu.

Selain itu, mayoritas responden (84,7%) menilai agenda pemeriksaan hingga penegakan hukum pajak yang lebih ketat diperlukan untuk meningkatkan tax ratio. Hanya 0,9% responden yang memandang agenda tersebut tidak diperlukan.

Untuk mendapatkan naskah laporan survei pajak dan politik secara lengkap, silakan unduh di https://bit.ly/HasilSurveiPakpolDDTCNews2023. Baca juga artikel-artikel menarik terkait dengan pajak dan politik di laman khusus Pakpol DDTCNews: Suaramu, Pajakmu. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses