TURKI

Tak Banyak Insentif Pajak, Realisasi Penerimaan Negara Ini Tumbuh 9%

Muhamad Wildan | Rabu, 19 Agustus 2020 | 13:03 WIB
Tak Banyak Insentif Pajak, Realisasi Penerimaan Negara Ini Tumbuh 9%

Ilustrasi. (DDTCNews)

ANKARA, DDTCNews—Di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19, penerimaan negara Turki tercatat tumbuh hingga 9% secara kumulatif pada Januari-Juli 2020 ketimbang periode yang sama tahun lalu.

Kementerian Keuangan Turki mencatat penerimaan negara sepanjang Januari-Juli 2020 telah mencapai TRY541,9 miliar atau setara dengan US$82,8 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar 76% atau US$63 miliar berasal dari penerimaan pajak.

Kendati penerimaan pajak tumbuh, defisit anggaran tetap tak terhindarkan. Pasalnya, belanja negara tumbuh jauh lebih besar yakni 21% atau sebesar US$104 miliar. Belanja yang naik juga disebabkan pandemi virus Corona.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

"Defisit anggaran pusat per Januari hingga Juli 2020 tercatat mencapai TRY139,1 miliar atau setara dengan US$21,3 miliar," tulis Pemerintah Turki dalam laporannya sebagaimana diberitakan oleh Anadolu Agency, dikutip Rabu (19/8/2020).

Bukan tanpa sebab penerimaan Turki mencatatkan kinerja yang positif. Hal ini dikarenakan Turki menjadi salah satu negara yang tergolong sedikit dalam memberikan relaksasi pajak dalam menangani Covid-19.

Berdasarkan catatan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Turki hanya mengeluarkan tiga paket insentif pajak.

Baca Juga:
Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

Pertama, relaksasi berupa penundaan pembayaran PPN, withholding tax berupa gaji, dan pembayaran jaminan sosial selama 6 bulan untuk pembayaran yang jatuh tempo pada April, Mei, dan Juni 2020.

Penundaan ini diberikan kepada wajib pajak yang bergerak di sektor retail, besi baja, bioskop, otomotif, transportasi, akomodasi, makanan dan minuman, tekstil, dan sektor penyedia jasa penyelenggaraan event.

Kedua, relaksasi penundaan pembayaran pajak hotel dari yang awalnya harus dibayarkan pada 1 April 2020 menjadi pada tanggal 1 Januari 2021 mendatang. Ketiga, diskon tarif PPN atas jasa penerbangan dari 18% menjadi 1% selama 3 bulan. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN