Ilustrasi.
DENPASAR, DDTCNews - Pelaku usaha jasa kesehatan menyatakan butuh insentif pajak untuk menjadikan Bali sebagai destinasi wisata medis.
Ketua Bali Medical Tourism Association (BMTA) I Gede Wiryana Patra Jaya mengatakan kegiatan wisata medis memiliki potensi besar jika dikembangkan di Bali. Untuk itu, pengusaha membutuhkan dukungan dari pemerintah, khususnya terkait dengan pajak.
"Kami tidak mengatakan harus dihilangkan pajaknya, tetapi kami berharap ada semacam perhatian berupa insentif pajak," katanya, dikutip pada Kamis (12/8/2021).
Gede menjelaskan jasa pelayanan kesehatan masih tergantung pasokan impor, utamanya pada obat dan alat medis. Dia menyebutkan relaksasi pajak bisa diberikan pemerintah untuk importasi pada dua komoditas barang tersebut.
Komponen obat dan alat medis hingga dimanfaatkan oleh pasien melalui berbagai pungutan pajak. Tahap pertama pembayaran berlaku saat pelaku usaha melakukan impor barang, kemudian berlanjut hingga dimanfaatkan pasien sebagai pungutan pajak atas konsumsi.
Satu-satunya komponen jasa layanan kesehatan yang masih bisa dikontrol adalah biaya jasa konsultasi. Namun, hal tersebut tidak signifikan karena pembentuk utama biaya layanan kesehatan berasal dari obat dan alat medis.
"Itulah yang membuat harga pelayanan kesehatan kita tinggi, sedangkan dari semua komponen layanan kesehatan itu 60% adalah obat dan alat medis," jelasnya.
Gede menambahkan destinasi wisata medis di Bali nantinya tidak hanya akan menyasar turis asing, tetapi juga masyarakat dalam negeri. Hal ini dikarenakan biaya berobat masyarakat Indonesia keluar negeri bisa mencapai Rp160 triliun.
"Jadi selain target warga negara asing, wisatawan nusantara juga menjadi target market dari medical tourism ini," tuturnya seperti dilansir balipost.com. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.