PERPRES 98/2021

Sri Mulyani: Presiden Jokowi Minta Indonesia Punya Bursa Karbon

Muhamad Wildan | Sabtu, 20 November 2021 | 06:00 WIB
Sri Mulyani: Presiden Jokowi Minta Indonesia Punya Bursa Karbon

Alat berat membawa muatan batubara di kawasan tambang airlaya milik PT Bukit Asam Tbk di Tanjung Enim, Muara Enim, Sumatera Selatan, Selasa (16/11/2021). PT Bukit Asam Tbk menargetkan produksi batubara hingga akhir 2021 sebanyak 30 juta ton. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya untuk menyiapkan mekanisme perdagangan karbon melalui bursa karbon yang kredibel.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan presiden telah mendapatkan banyak tawaran kerja sama perdagangan karbon dari negara-negara mitra. Oleh karena itu, kerangka perdagangan karbon perlu segera dibangun.

"Presiden sudah meminta agar kita punya bursa di dalam negeri yang kuat dan kredibel. Ini sekarang menjadi PR bagi para menteri," ujar Sri Mulyani, Jumat (19/11/2021).

Baca Juga:
11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Untuk diketahui, yang dimaksud dengan bursa adalah sistem yang mengatur tentang pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, serta status kepemilikan dari suatu unit karbon. Pada Pasal 54 ayat (7) Perpres 98/2021, ditegaskan pusat bursa pasar karbon berkedudukan di Indonesia.

Dalam pelaksanaannya, perdagangan karbon dapat dilakukan melalui perdagangan dalam negeri dan luar negeri.

Perdagangan karbon dalam negeri dan luar negeri dilakukan melalui mekanisme perdagangan emisi dan offset emisi gas rumah kaca serta dapat dilakukan secara lintas-sektor.

Baca Juga:
Ada Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN, Begini Respons Airlangga

Perdagangan emisi adalah mekanisme transaksi antarpelaku usaha yang memiliki emisi melebihi batas emisi yang ditentukan, sedangkan offset emisi gas rumah kaca adalah pengurangan emisi gas rumah kaca yang dilakukan oleh usaha untuk mengompensasi emisi yang dibuat di tempat lain.

Terdapat beberapa unsur pokok dalam pelaksanaan perdagangan karbon dan perlu diatur lebih lanjut, yakni mengenai mekanisme dan prosedur perdagangan emisi serta offset emisi gas rumah kaca, penggunaan pendapatan negara dari perdagangan karbon dalam negeri, mekanisme dan prosedur persetujuan dan pencatatan, bagi hasil perdagangan, pedoman pelaksanaan perdagangan karbon, serta pemindahan status hak atas karbon baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pengaturan lebih lanjut mengenai perdagangan karbon akan ditetapkan oleh menteri lingkungan hidup dan kehutanan setelah berkoordinasi dengan menteri terkait. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 20 Desember 2024 | 16:53 WIB INFOGRAFIS PAJAK

11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Jumat, 20 Desember 2024 | 14:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN, Begini Respons Airlangga

Rabu, 18 Desember 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tarif PPN RI Dibandingkan dengan Singapura-Vietnam, DJP Buka Suara

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra