Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana mengevaluasi kebijakan insentif PPh final dengan tarif 0,5% bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan evaluasi diperlukan untuk mempertimbangkan perlu tidaknya insentif pajak untuk UMKM—yang berlaku sejak tahun pajak 2018—dilanjutkan lagi oleh pemerintah.
"Insentif pajak ini sebenarnya tetap, cuma fasilitas menggunakan PPh final ini kita evaluasi. Apakah masih dibutuhkan atau UMKM memang sudah makin punya kapasitas sehingga bisa diperlakukan secara lebih adil," katanya dalam rapat bersama Komite IV DPD, Senin (2/9/2024).
Sri Mulyani menjelaskan skema PPh final tersebut sesungguhnya tidak sepenuhnya adil bagi UMKM. Sebab, skema ini mewajibkan wajib pajak untuk membayar pajak berdasarkan pada omzet, bukan berdasarkan pada laba bersih yang sebenarnya.
Dengan kata lain, beban pajak akibat skema PPh final UMKM terasa amat berat, terutama bagi usaha yang menanggung biaya tinggi.
"Ini tidak mencerminkan 100% keadilan. Bisa saja omzetnya Rp600 juta, di atas setengah miliar, tapi dia cost-nya gede banget sehingga sebetulnya dia beroperasi berat, atau impas, atau rugi bahkan. Itu dia tetap harus bayar pajak, kan tidak adil," ujar Sri Mulyani.
UMKM sesungguhnya punya pilihan membayar pajak berdasarkan laba bersih jika mereka memilih untuk menghitung dan membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan umum. Namun, wajib pajak yang hendak membayar pajak sesuai ketentuan umum harus melaksanakan pembukuan.
"Kalau menggunakan norma biasa, harus ada pembukuan. UMKM bisa mengatakan saya biayanya sekian, jual sekian, dapat net profit sekian, jadi yang profit-nya saja yang dipajaki. Norma ini lebih adil, tapi butuh kemampuan UMKM untuk membuat pembukuan yang baik," tuturnya.
Sementara itu, anggota Komite IV DPD Evi Zainal Abidin mendorong pemerintah memperpanjang jangka waktu pemanfaatan skema PPh final UMKM, utamanya bagi wajib pajak orang pribadi yang telah memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak tahun pajak 2018.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022, wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak 2018 berhak memanfaatkan skema tersebut maksimal hingga tahun pajak 2024.
Dengan demikian, wajib pajak harus mulai menghitung dan membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum pada tahun pajak 2025.
"Saya banyak ditanya, insentif PPh final UMKM 0,5% akan berakhir tahun ini, dilanjutkan tidak? Sebagai insan yang juga mewakili koperasi, saya harap pemerintah mendatang bisa memformulasikan insentif pajak untuk UMKM dan koperasi," kata Evi.
Terkait dengan insentif perpajakan di Indonesia, DDTC baru-baru ini juga telah merilis buku Panduan Insentif Perpajakan di Indonesia 2024. Publikasi ini merupakan buku ke-25 yang diterbitkan DDTC.
Buku ini ditulis oleh Founder DDTC Darussalam dan Danny Septriadi bersama dengan Director DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji, DDTC Internal Tax Solutions Lead Made Astrin Dwi Kartini, serta DDTC Academy Lead N. Daniel Sohilait. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Saya usaha makanan yang merintis 2,5 tahun ini dengan 1 karyawan, dari bulan juni 2024 ini saya selalu mencari informasi untuk membuat pembukuan yang benar bagaimana, karena saya tidak bisa akuntasi, saya coba cari konsultan pajak karena bisa bantu membuatkan pembukuan nya, dan dari 4 konsultan pajak yang saya cari, kisaran jasa ada di 1,5jt - 3,5jt per bulan. Jujur, angka jasa konsultan pajak sangat mahal untuk saya. Saya ingin membayar pajak dengan baik, agar hati tenang. Mohon skema 0,5% di perpanjang, Karena di skema ini, saya tidak perlu membayar konsultan pajak yang sangat mahal itu.
Lebih baik dijelaskan diawal, karena Indonesia lagi banyak utang dan pendapatan pajak negara belum maksimal.. Makanya kemungkinan pajak di sektor UMKM yang diharapkan untuk membantu menopang ekonomi negara..
Saya sebagai pelaku umkm yang tidak begitu paham di perhitungan lebih nyaman dengan pajak yang berlaku pph final sekarang 0,5% , sampai saat ini sangat mudah tinggal lihat omset per bulan di Kali 0.5% langsung bayar, kalau di ubah pembukuan akan menpersulit karena menambah pekerjaan,kalau item banyak seperti warung madura di hitung pembukuan satu persatu jadi lebih sulit, sudah ada system yang mudah 0.5% , kenapa harus cari yang sulit, semoga pph final 0,5% di berlakukan selama nya agar membantu umkm mempermudah bayar pajak
betul saya sebagai oelaku ukm yg terdata sejak 2015 jg bingung dgn tarif pajak yg akan berlaku di 2025.. mau pakai NPPN, sdh tak masuk akal. krn sekilas saya liat digutunf penghasioan netto klu saya sekitar 25%.oh my god.. bagaiman data iti bisa dapet 25%..mau pakai pembukuan.. jujur saya kerja sendir. karyawan tidak oumya.. alangkahemyusahakan bagi kami.. pelaku ukm ini.. sekuranya ada kebijakan yg lebih bauk buat kami.. kami kerja jlhanya bertahan hidup, bukan menumpuk kekayaan. masih ada kesadaran untuk membayar. pajak.. berkontribusi bagi megara.. tapi kalo kami dioersulit. bagaimana jadinya..
Sejatinya direvisi dan dikaji ulang pemberian insentif Pph Final 0,5% bagi umkm. Bhw apbl omsetnya masih dibawah atau sama dgn 500 juta boleh terus menggunakan tarif insentif Pph final tanpa batas waktu 3, 4 dan 7 tahun. Ini akan sangat membantu dan memudahkan Pemerintah mengawasi penerimaan Negara. Bisa dipastikan bhw umkm yg memiliki omset dibawah 500 juta modal usahanya tidak lebih dari 500 juta. Artinya CTO nya paling 1, 2 kali dan ROI nya paling 10 - 13 % saja.
Mohon dibandingkan perhitungan pajak omset 1 Milyar dg PPh final 0,5% dengan perhitungan Tarif Normal. Bila menggunakan pembukuan adakah UU pembukuan yang baku?