PMK 130/2020

Soal Tax Holiday, Dirjen Pajak Tetap Bisa Lakukan Penilaian Kembali

Muhamad Wildan | Selasa, 13 Oktober 2020 | 16:30 WIB
Soal Tax Holiday, Dirjen Pajak Tetap Bisa Lakukan Penilaian Kembali

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) masih memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian kembali atas pemanfaatan tax holiday oleh wajib pajak badan. Penilaian kembali ini dilakukan saat proses pemeriksaan lapangan.

Ketentuan ini berlaku khusus untuk penanaman modal selain kegiatan usaha yang tercakup dalam daftar industri pionir sesuai dengan ketentuan pada Pasal 3 ayat (2) PMK 130/2020. Penilaian kembali dilakukan atas kriteria kuantitatif industri pionir.

“Dapat dilakukan penilaian kembali saat pemeriksaan lapangan yang dilaksanakan oleh direktur jenderal pajak berdasarkan permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan dari wajib pajak," bunyi penggalan Pasal 5 ayat (14) PMK 130/2020, dikutip pada Selasa (13/10/2020).

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Merujuk pada lampiran A PMK No. 130/2020, terdapat 11 kriteria kuantitatif industri pionir yang dinilai dan harus dipenuhi wajib pajak badan bisa mendapatkan insentif tax holiday. Ketentuan ini berlaku untuk pengajuan oleh wajib pajak di luar daftar industri pionir.

Adapun 11 kriteria kuantitatif yang akan dinilai dari kegiatan usaha hasil penamaman modal di luar industri pionir antara lain pengisian pohon industri, penggunaaan bahan baku utama dari dalam negeri, dan kemampuan hasil produksi untuk menjadi substitusi impor, serta jumlah perusahaan sejenis di daerah tempat investasi.

Kemudian, ada kemampuan kegiatan usaha untuk mempekerjakan banyak tenaga kerja, lokasi investasi, penggunaan teknologi ramah lingkungan, penggunaan teknologi baru, dukungan kegiatan usaha terhadap proyek strategis nasional, basis produksi, serta kontribusi dalam membangun fasilitas infrastruktur secara mandiri.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Dari 11 kriteria tersebut, terdapat 6 kriteria yang dapat dinilai kembali oleh DJP. Keenamnya adalah penggunaaan bahan baku utama dari dalam negeri, kemampuan hasil produksi untuk menjadi substitusi impor, kemampuan kegiatan usaha untuk mempekerjakan banyak tenaga kerja, lokasi investasi, penggunaan teknologi ramah lingkungan, serta basis produksi.

Pasal 5 PMK 130/2020 merevisi ketentuan dalam PMK sebelumnya, yaitu PMK 150/2018. Dalam PMK sebelumnya, pemberian fasilitas tax holiday kepada penanaman modal di luar daftar industri pionir hanya dimungkinkan melalui pembahasan antarkementerian. Pembahasan dikoordinasikan oleh BKPM dan harus melibatkan Kementerian Keuangan dan kementerian sektor terkait.

Dengan PMK 130/2020, wajib pajak yang investasinya tidak termasuk dalam daftar industri pionir bisa mengajukan permohonan tax holiday sepanjang skor kriteria kuantitatif mencapai paling sedikit 80 dan memenuhi kriteria yang tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) PMK 130/2020.

Skor kriteria kuantitatif dihitung berdasarkan kajian industri pionir yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri. Permohonannya juga dapat diajukan melalui Online Single Submission (OSS).

Baca Juga:
Hilirisasi Kelapa Perlu Dukungan Insentif Fiskal, Apa Saja?

Permohonan yang diajukan melalui OSS harus melampirkan 4 dokumen, antara lain perincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal, surat keterangan fiskal pemegang saham, kajian pemenuhan kriteria industri pionir, serta dokumen hasil penghitungan sendiri kriteria kuantitatif industri pionir.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (8) PMK 130/2020, BKPM melakukan penilaian atas penghitungan skor pemenuhan kriteria kuantitatif dalam waktu paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Senin, 21 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Hilirisasi Kelapa Perlu Dukungan Insentif Fiskal, Apa Saja?

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja