KEBIJAKAN PAJAK

Soal Perkembangan Baru Rencana Pajak Karbon, Ini Kata Inaplas

Redaksi DDTCNews | Minggu, 03 Oktober 2021 | 08:30 WIB
Soal Perkembangan Baru Rencana Pajak Karbon, Ini Kata Inaplas

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pelaku usaha berharap pemerintah dan DPR mengkaji ulang penerapan pajak karbon yang masuk dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan industri petrokimia tetap dapat ikut terdampak meski tidak menjadi subjek pajak. Hal ini terjadi jika pembangkit listrik batu bara menjadi subjek pajak karbon.

"Jika yang nanti berlaku pada PLTU batu bara maka industri petrokimia akan terdampak secara tidak langsung," katanya dikutip pada Minggu (3/10/2021).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Fajar menerangkan penerapan pajak karbon pada pembangkit listrik yang menghasilkan emisi akan meningkatkan biaya produksi industri petrokimia. Imbasnya, kenaikan tersebut akan ditransmisikan pada harga jual kepada konsumen.

Asosiasi memperkirakan tarif pajak karbon sebesar Rp30/Kg CO2 ekuivalen berpotensi meningkatkan harga jual mulai 1% hingga 5%. Untuk itu, pemerintah dan DPR perlu mengkaji ulang pajak karbon tidak hanya berdasarkan kondisi domestik, tetapi juga perkembangan internasional.

"Saat tarif listrik naik maka harga jual naik sekitar 1% hingga 5%," tuturnya.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Fajar menjelaskan beberapa negara mulai kembali menggunakan batu bara dalam menghadapi tantangan krisis energi. Hal tersebut berlaku di Inggris dan China yang akan menggunakan batu bara untuk mengatasi krisis energi saat ini.

"China dan Inggris pakai batu bara lagi karena krisis energi. Hal seperti ini harus dilihat dengan hati-hati agar tidak kehilangan momentum dan kehilangan daya saing," ujarnya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra