PRESUMPTIVE TAX (3)

Simak, Ini Berbagai Desain Presumptive Tax

Redaksi DDTCNews | Rabu, 22 April 2020 | 15:24 WIB
Simak, Ini Berbagai Desain Presumptive Tax

SETELAH mengenal sekilas mengenai presumptive tax dan kaitannya dengan sektor ekonomi yang sulit dipajaki dalam dua artikel kelas kebijakan pajak sebelumnya, kali ini akan ada pembahasan mengenai jenis-jenis presumptive tax.

Seperti dijelaskan dalam artikel kelas kebijakan pajak dengan topik presumptive tax pada seri pertama, penghitungan presumptive tax dapat diterapkan dalam bentuk penggunaan basis penghitungan pajak tertentu yang berupa tarif tertentu yang dikalikan dengan penghasilan bruto untuk menghasilkan nilai yang dianggap merepresentasikan penghasilan neto.

Desain presumptive tax pada dasarnya sangat beragam. Desain presumptive tax akan sangat tergantung dari kebutuhan spesifik maupun permasalahan yang muncul dari pemberlakuan rezim pajak normal di masing-masing negara (Thuronyi, 2004).

Baca Juga:
Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Kebijakan ini dapat diimplementasikan pada berbagai jenis pajak. Meskipun demikian, jenis pajak yang umumnya terkait dengan implementasi presumptive tax adalah pajak penghasilan.

Desain Pajak

TERDAPAT beberapa cara dalam mendesain kebijakan presumptive tax. Subjek pajak umumnya ditentukan berdasarkan identifikasi wajib pajak potensial yang belum melaksanakan pembayaran pajak secara tertib. Penentuannya juga dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan untuk melakukan pemantauan dan penegakan administrasi pajaknya (administrative feasibility).

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Basis pajak presumptive tax dapat dirancang berdasarkan tiga metode umum. Metode pertama adalah penghitungan ulang penghasilan (reconstruction of income). Metode kedua adalah persentase dari penerimaan bruto dan metode ketiga adalah persentase dari kepemilikan dan nilai aset. (Thuronyi, 2004)

Metode penghitungan ulang penghasilan dilakukan apabila wajib pajak gagal dalam melakukan pembukuan. Selain itu, metode ini dapat diterapkan apabila jumlah 'penghasilan yang sebenarnya' sulit untuk dilacak. Penghasilan wajib pajak tersebut pada akhirnya dihitung ulang oleh pihak fiskus bisa dari melalui beberapa jenis estimasi.

Estimasi yang secara umum digunakan dalam metode tersebut adalah estimasi pendapatan bersih (net worth method), estimasi pengeluaran (expenditure method), ataupun dari estimasi arus kas bank (bank deposit method). Namun demikian, dalam hal metode penghitungan ulang penghasilan, perlu diwaspadai potensi terjadinya kolusi antara otoritas dan wajib pajak.

Baca Juga:
Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Metode kedua adalah berdasarkan persentase dari penerimaan bruto. Berdasarkan metode ini, tarif pajak yang diberikan adalah lebih rendah apabila dibandingkan dengan tarif normal (tarif minimum).

Metode ini umumnya hanya berlaku bagi subjek pajak di industri tertentu dan/atau dengan karakteristik penghasilan tertentu. Besaran pajak terutang akan dihitung berdasarkan tarif tertentu dikalikan dengan penghasilan bruto wajib pajak.

Namun demikian, metode ini hanya diterapkan pada penghasilan bruto yang mudah diaudit. Walaupun tampak sederhana, metode ini cenderung 'kurang adil' terhadap wajib pajak. Terutama bagi wajib pajak dalam kondisi merugi, karena metode ini hanya memperhitungkan penghasilan bruto dan tidak memperhitungkan biaya-biaya yang ditanggung oleh wajib pajak (Bird, 2003).

Baca Juga:
Dibagikan Gratis, 2 Buku DDTC ITM 2024 Dwibahasa Telah Diluncurkan

Metode ketiga adalah didasarkan pada persentase nilai aset. Berdasarkan metode ini, pajak terutang dihitung berdasarkan tarif minimum tertentu dikalikan nilai aset wajib pajak. Nilai aset dapat berupa total aset (gross asset), total aset setelah dikurangi total utang (net asset), ataupun total aset dikurangi jenis kewajiban lainnya.

Selain ketiga metode tersebut, presumptive tax dapat didesain dengan memperhatikan sektor usaha tertentu yang sulit untuk dipajaki. Presumptive tax juga dapat diterapkan berdasarkan jenis gaya hidup individu, seperti misalnya kepemilikan barang berharga (Thuronyi, 2004).

Demikian penjelasan mengenai desain presumptive tax. Anda bisa memperdalam pemahaman mengenai salah satu bentuk pemajakan tersebut dengan membaca seri kelas kebijakan pajak topik presumptive tax selanjutnya. Jangan lewatkan! *


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 13:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 13:35 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:30 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Dibagikan Gratis, 2 Buku DDTC ITM 2024 Dwibahasa Telah Diluncurkan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja