RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN Perbedaan Waktu Pengakuan Transaksi Pembelian

Vallencia | Jumat, 27 Mei 2022 | 17:54 WIB
Sengketa PPN Perbedaan Waktu Pengakuan Transaksi Pembelian

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai perbedaan waktu pengakuan transaksi pembelian.

Otoritas pajak melakukan koreksi berdasarkan pada ekualisasi antara pembelian dengan dasar pengenaan pajak (DPP) pajak masukan. Berdasarkan pada penghitungan ekualisasi tersebut, otoritas pajak menemukan adanya perbedaan angka dalam transaksi pembelian dengan DPP.

Di sisi lain, wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan pendapat otoritas pajak. Wajib pajak menilai perbedaan angka dalam transaksi pembelian dengan DPP-nya disebabkan perbedaan waktu pengakuan transaksi pembelian. Dengan demikian, koreksi positif DPP PPN seharusnya tidak perlu dilakukan.

Baca Juga:
Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat pembukuan yang dilakukan wajib pajak sudah sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Baca Juga:
Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Lebih lanjut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyebut temuan koreksi yang dilakukan otoritas pajak terjadi karena adanya perbedaan waktu pengakuan pembelian barang dalam pembukuan akuntansi dengan pajak.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Berikutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 60392/PP/M.XVA/16/2015 tanggal 23 Maret 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis kepada Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 14 Juli 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif DPP PPN masa pajak Oktober 2010 senilai Rp297.344.088 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Perkuat Pengawasan PPN PMSE, KPP Badora Kolaborasi dengan Komdigi

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi positif DPP PPN berdasarkan pada hasil ekualisasi antara nilai pembelian dengan DPP pajak masukan.

Berdasarkan pada hasil ekualisasi tersebut, Pemohon PK meminta sejumlah dokumen dari Termohon PK untuk kepentingan pembuktian. Namun, selama proses pemeriksaan hingg keberatan, Termohon PK hanya memberikan bukti terima barang dan faktur pajak masukan.

Sementara itu, dokumen lainnya yang diminta oleh Pemohon PK tidak diberikan oleh Termohon PK. Adapun Termohon PK baru memberikan dokumen-dokumen lain yang dibutuhkan Pemohon PK pada saat proses banding berlangsung.

Baca Juga:
Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Padahal, berdasarkan pada Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan saat pemeriksaan oleh Termohon PK seharusnya tidak dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.

Tak hanya itu, sampai dengan saat persidangan, Pemohon PK belum menerima penjelasan yang lebih terperinci tentang penolakan Termohon PK terhadap koreksi positif yang dilakukan Pemohon. Merujuk pada pertimbangan di atas, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan koreksi positif atas DPP PPN senilai Rp297.344.088.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menjelaskan selisih dari ekualisasi antara pembelian dengan DPP pajak masukan yang ditemukan oleh Pemohon PK disebabkan oleh perbedaan waktu pengakuan pembelian barang.

Baca Juga:
Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Dalam melakukan pembukuan akuntansi, wajib pajak mencatat transaksi pembelian yang terjadi pada 2009 dalam akun harga pokok penjualan (HPP). Namun, terdapat 11 faktur pajak atas transaksi pembelian tersebut yang baru diterbitkan pada 2010. Dengan begitu, wajib pajak baru mengkreditkan pajak masukan tersebut pada 2010.

Berdasarkan pada tanda terima barang dan nilai yang dicatat dalam buku besar, pembukuan yang dilakukan Termohon PK sudah benar. Nominal tersebut didapatkan dari nilai transaksi pembelian dikalikan dengan kurs Bank Indonesia pada saat tanggal terima barang.

Termohon PK juga tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK yang mengungkapkan pihaknya hanya memberikan dokumen berupa bukti terima barang dan faktur pajak. Sebab, Termohon PK telah memberikan seluruh dokumen yang dibutuhkan Pemohon PK. Dengan demikian, tidak ada prosedur pemeriksaan dan peminjaman dokumen yang dilanggar oleh Pemohon PK.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPN senilai Rp297.344.088 tidak dapat dipertahankan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Termohon PK dapat menunjukkan bukti pendukung yang memadai dan telah ditindaklanjuti dalam uji bukti. Oleh sebab itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:30 WIB KPP BADAN DAN ORANG ASING

Perkuat Pengawasan PPN PMSE, KPP Badora Kolaborasi dengan Komdigi

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses