RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Faktur Pajak yang Tidak Sah

DDTC Fiscal Research and Advisory | Jumat, 30 Agustus 2024 | 18:00 WIB
Sengketa PPN atas Faktur Pajak yang Tidak Sah

Ilustrasi.

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak pertambahan nilai (PPN) mengenai faktur pajak yang dinyatakan tidak sah oleh otoritas pajak.

Dalam perkara ini, wajib pajak melakukan transaksi penyerahan dengan PT X. Dalam transaksi tersebut, PT X selaku pihak penjual menerbitkan faktur pajak dan menyerahkannya kepada wajib pajak.

Otoritas pajak menilai bahwa faktur pajak yang diterbitkan PT X dan diterima oleh wajib pajak dinyatakan tidak sah dan cacat hukum. Sebab, faktur pajak yang dimaksud ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang. Oleh karena faktur pajak tersebut tidak sah, wajib pajak seharusnya tidak dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas transaksi yang dilakukan dengan PT X.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat bahwa pihaknya telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar. Dalam hal ini, faktur pajak yang diterbitkan PT X dan diterimanya sudah sah dan ditandatangani oleh pihak yang berwenang. Oleh karenanya, wajib pajak dapat melakukan pengkreditan pajak masukan dengan berdasarkan faktur pajak tersebut.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau perpajakan.ddtc.co.id.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa penandatanganan faktur pajak standar yang dilakukan oleh konsultan pajak PT X dinyatakan sah atau tidak catat karena wajib pajak sudah memberitahukannya kepada KPP.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. PUT.38294/PP/M.XIV/16/2012 pada 25 Mei 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 13 September 2012.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi pajak masukan sebesar Rp48.166.839 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK melakukan transaksi penyerahan dengan PT X. Atas transaksi penyerahan tersebut, PT X menerbitkan faktur pajak yang ditandatangani oleh konsultan pajaknya.

Berdasarkan situasi yang terjadi, Pemohon PK menyatakan faktur pajak yang diterbitkan oleh PT X kepada Termohon PK tersebut tidak sah dan dinyatakan cacat hukum. Hal tersebut dikarenakan penandatanganan faktur pajak dari PT X tidak dilakukan oleh pihak yang berwenang.

Dengan begitu, faktur pajak yang diterbitkan atas transaksi yang dilakukan PT X dan Termohon PK tersebut tidak memenuhi ketentuan formal pengisian kelengkapan faktur pajak. Adapun ketentuan yang dimaksud tercantum dalam Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 s.t.d.d Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (UU PPN).

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Sesuai ketentuan di atas, Pemohon PK menilai bahwa faktur pajak harus ditandatangani oleh pejabat yang berhak atau berwenang menandatangani faktur pajak standar. Adapun yang dimaksud dengan pejabat yang berhak dan berwenang ialah pihak yang berada dalam struktur organisasi. Apabila pihak yang menandatangani tidak berada dalam struktur organisasi maka pihak tersebut harus menerima kuasa sebagai bukti pemberian kewenangan.

Dalam konteks ini, konsultan pajak bukan merupakan pihak yang berwenang untuk menandatangani faktur pajak atas suatu transaksi. Apabila faktur pajak tersebut dinyatakan tidak sah maka atas pajak masukan yang ada tidak dapat dikreditkan. Dengan begitu, Pemohon PK menyatakan bahwa koreksi pajak masukan yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Dalam perkara ini, Termohon PK menilai bahwa penandatanganan faktur pajak oleh konsultan pajak dari PT X sudah benar dan memenuhi syarat administrasi dalam penandatanganan faktur pajak.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Dalam perkara ini, faktur pajak yang diterbitkan oleh PT X sudah ditandatangani oleh pihak yang berwenang, yaitu konsultan pajak dari PT X. Penandatanganan faktur pajak tersebut juga sudah didasari dengan pemberian surat kuasa sehingga PT X dinyatakan berwenang melakukannya. Selain itu, penandatanganan faktur pajak oleh konsultan pajak tersebut juga sudah diberitahukan kepada KPP di mana PT X terdaftar.

Dengan begitu, Termohon PK menyatakan bahwa faktur pajak tersebut sudah sah dan memenuhi persyaratan administrasi. Dikarenakan faktur pajak sudah sah maka Termohon PK dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas transaksi yang dilakukan dengan PT X. Berdasarkan uraian di atas, Termohon PK menilai bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan dan harus dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding sehingga menyebabkan pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Pertama, alasan-alasan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Sebab, dali-dalil yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena penandatanganan faktur pajak standar yang dilakukan oleh konsultan pajak dapat dinyatakan sah. Sebab, penandatanganan oleh konsultan pajak tersebut sudah diberitahukan kepada KPP dan tidak ada respons lebih lanjut sehingga dapat dianggap disetujui oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Dengan berdasarkan uraian di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan ditolaknya Permohonan PK maka Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS LOGISTIK

Kinerja Dwelling Time dalam 1 Dekade Terakhir

Selasa, 22 Oktober 2024 | 10:00 WIB KOTA PONTIANAK

Semarakkan HUT ke-253, Pemda Adakan Program Pemutihan Denda PBB-P2