RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 atas Biaya Perawatan Mesin dan Pabrik

Hamida Amri Safarina | Jumat, 19 Januari 2024 | 11:08 WIB
Sengketa PPh Pasal 23 atas Biaya Perawatan Mesin dan Pabrik

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi PPh Pasal 23 atas biaya perawatan mesin dan pabrik.

Otoritas pajak menyatakan biaya perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik merupakan objek PPh Pasal 23. Namun, atas penghasilan tersebut belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak.

Sebaliknya, wajib pajak menilai biaya perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik tidak dapat diklasifikasikan sebagai objek PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat terdapat pengeluaran senilai Rp1.920.458.794 yang dicatat dalam biaya perawatan mesin, biaya perawatan pabrik, dan biaya keperluan pabrik.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, terhadap biaya perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Mengacu pada pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Oleh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put-45982/PP/M.XV/12/2013 tanggal 28 Juni 2013, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 9 Oktober 2013.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 senilai Rp1.920.458.794 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK menerima jasa perawatan mesin, perawatan pabrik, dan pembelian keperluan pabrik dari pihak lain.

Kemudian, Pemohon PK melakukan koreksi DPP PPh Pasal 23 atas transaksi jasa perawatan mesin, perawatan pabrik, dan pembelian keperluan pabrik. Pemohon PK memberikan koreksi dengan mempertimbangkan hasil ekualisasi SPT PPh Pasal 23 dengan biaya pada general ledger Termohon PK.

Berdasarkan pada hasil ekualisasi, diketahui biaya perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik yang belum dilaporkan dalam SPT oleh Termohon PK. Selain itu, Pemohon PK tidak dapat meyakini argumentasi Termohon PK bahwa atas jasa perawatan mesin dan perawatan pabrik dilakukan sendiri oleh karyawannya.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Pada tahap pemeriksaan, Pemohon PK telah berupaya untuk meminta data dan dokumen yang berkaitan dengan perkara ini. Namun demikian, Termohon PK tidak dapat memberikan data dan dokumen yang dimaksud.

Data dan dokumen yang diminta Pemohon PK baru diberikan pada proses banding. Sesuai dengan Pasal 26A ayat (4) UU KUP, dokumen yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dapat dipertimbangkan pada proses keberatan.

Dengan begitu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak seharusnya menolak alat bukti yang baru diberikan Termohon PK pada proses banding. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK berpendapat bahwa koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menilai biaya perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik bukan merupakan objek PPh Pasal 23.

Kemudian, Termohon PK juga menyatakan bahwa kegiatan perawatan pabrik dan mesin dilakukan oleh karyawan dari Termohon PK sendiri. Dalam hal ini, Termohon PK tidak menggunakan jasa dari pihak ketiga untuk melakukan perawatan pabrik dan mesin.

Terhadap jasa yang diberikan karyawan Termohon PK tersebut telah dipotong PPh Pasal 21 dan tidak lagi dikenakan PPh Pasal 23. Dengan demikian, Termohon PK berkesimpulan bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Baca Juga:
Jasa Event Organizer Kena PPh Pasal 23, Begini Ketentuannya

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Adapun putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat beberapa pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan-alasan permohonan PK terkait koreksi DPP PPh Pasal 23 senilai Rp1.920.458.794 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dalam perkara ini tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) UU KUP juncto Pasal 23 UU PPh.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 17:00 WIB KONSULTASI PAJAK

Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS LOGISTIK

Kinerja Dwelling Time dalam 1 Dekade Terakhir

Selasa, 22 Oktober 2024 | 10:00 WIB KOTA PONTIANAK

Semarakkan HUT ke-253, Pemda Adakan Program Pemutihan Denda PBB-P2

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran