RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Perbedaan Interpretasi Objek PPh Sewa Bangunan BTS Tower

Vallencia | Jumat, 15 April 2022 | 14:30 WIB
Sengketa Perbedaan Interpretasi Objek PPh Sewa Bangunan BTS Tower

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai perbedaan interpretasi objek pajak penghasilan (PPh) atas sewa bangunan base transceiver station (BTS) tower.

Otoritas pajak menilai sewa BTS tower merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2), yakni berupa persewaan tanah dan/atau bangunan. Oleh sebab itu, otoritas pajak menyatakan BTS tower seharusnya dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final dengan tarif sebesar 10%.

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju apabila penghasilan atas sewa BTS tower digolongkan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2). Menurutnya, sewa BTS tower merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang dikenakan tarif sebesar 4,5%.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Berdasarkan pada pemeriksaan dan penelitian, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi positif DPP PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp294.447.278 tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.33902/PP/M.XI/25/2012 tanggal 30 Agustus 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 14 Desember 2012.

Pokok sengketa dalam perkara ini ialah koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa BTS tower senilai Rp294.447.278 masa Juni 2008 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat transaksi sewa bangunan berupa BTS tower yang tidak dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh Termohon PK.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Pemohon PK menyatakan BTS tower memang dapat diklasifikasikan sebagai bangunan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Namun demikian, jenis pungutan pajaknya tidak hanya terbatas pada pajak bumi dan bangunan (PBB). Adapun untuk transaksi sewa bangunan BTS tower juga dapat dikenakan PPh.

Pemohon PK menilai transaksi sewa bangunan berupa BTS tower merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). Berdasarkan pada data dan fakta, Pemohon PK secara konsisten menetapkan penghasilan atas sewa BTS tower sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Terhadap hal tersebut, Termohon PK tidak pernah mengajukan upaya hukum keberatan atas keputusan Pemohon PK tersebut. Artinya, Termohon PK setuju dengan ketetapan Pemohon PK. Dengan demikian, koreksi Pemohon PK dengan dalil penghasilan atas sewa BTS tower yang dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) dan dikenakan tarif final sebesar 10% sudah benar dan dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Sebaliknya, Termohon PK tidak sepakat dengan seluruh dalil Pemohon PK. Menurut Termohon PK, sewa BTS tower termasuk objek PPh Pasal 23. Hal ini didukung dengan Surat Direktur Peraturan Perpajakan II No. S-697/PJ.032/2008 yang menegaskan sewa BTS tower bukan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2), melainkan objek PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 4,5%.

Untuk mendukung argumentasinya, Termohon PK juga melampirkan bukti potong PPh Pasal 23 atas sewa BTS tower yang telah disetujui dan diakui oleh Pemohon PK sebagai kredit PPh badan. Dengan kata lain, Pemohon PK setuju sewa BTS tower bukan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). Oleh karena itu, Termohon PK berkesimpulan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan permohonan PK dapat dibenarkan. Selain itu, putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian secara nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Pertama, Mahkamah Agung menyatakan BTS tower memang dapat digolongkan sebagai bangunan. Namun demikian, terhadap BTS tower tersebut tidak hanya secara khusus dikenakan PBB. Secara umum, transaksi berkaitan dengan BTS tower yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan dapat dikenakan PPh.

Kedua, Mahkamah Agung berpendapat transaksi sewa bangunan berupa BTS tower seharusnya dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2). Dalam perkara ini, Mahkamah Agung telah membaca dan mempelajari argumen yang dinyatakan kedua belah pihak. Akan tetapi, tidak ditemukan hal-hal yang dapat melemahkan pendapat Pemohon PK.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK cukup berdasar dan patut dikabulkan. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan harus membayar biaya perkara. (kaw)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Jumat, 13 Desember 2024 | 13:42 WIB BINUS UNIVERSITY

Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?