RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai penetapan biaya listrik dan air sebagai objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2).
Otoritas pajak berpendapat biaya listrik dan air yang ditagihkan kepada pelaku usaha oleh wajib pajak merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). Namun, wajib pajak belum melaporkan pendapatan atas pembayaran listrik dan air tersebut. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak dinilai dapat dipertahankan.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan biaya listrik dan air yang dibayarkan penyewa tidak termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2). Sebab, wajib pajak hanya sebagai perantara untuk menagih biaya listrik dan air. Kemudiah, pembayaran oleh penyewa diserahkan kepada lembaga pemerintah yang menyediakan dan mengurus listrik dan air. Dengan demikian, wajib pajak tidak memperoleh penghasilan atas pembayaran listrik dan air dari penyewa.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat objek sewa dalam perkara ini adalah ruangan yang dilengkapi fasilitas seperti jaringan listrik, air bersih, dan jaringan telepon.
Atas pemakaian listrik, air, dan telepon, para penyewa harus membayar tagihan kepada lembaga yang berwenang mengurus hal tersebut, bukan kepada wajib pajak. Wajib pajak hanya sebagai perantara untuk melakukan penagihan.
Penghasilan wajib pajak yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) hanya meliputi pendapatan atas sewa ruangan dan biaya servis yang dibayarkan oleh penyewa. Dengan demikian, atas biaya listrik dan air bukan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). Alhasil, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 61003/PP/M.IB/25/2015 tertanggal 22 April 2015, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 3 Agustus 2015.
Pokok sengketa atas perkara ini ialah koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 4 ayat (2) final Masa Pajak Oktober 2011 senilai Rp96.624.312,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas seluruh pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK menyatakan bahwa Termohon PK ialah pihak pengelola gedung yang melakukan kegiatan usaha sewa-menyewa ruangan beserta fasilitas pendukungnya bagi pelaku usaha.
Berdasarkan perjanjian sewa-menyewa ruangan antara Termohon PK dengan pelaku usaha, dapat diketahui sumber pendapatan yang diperoleh Termohon berasal dari pembayaran biaya sewa ruangan, biaya listrik dan air, serta biaya servis dari para penyewa.
Terkait dengan penghasilan atas sewa ruangan dan biaya servis, tidak ada sengketa karena sudah dilaporkan dalam SPT dengan benar. Namun, penghasilan atas pembayaran listrik dan air belum dilaporkan dalam SPT. Seharusnya, biaya listrik dan air juga terutang PPh Pasal 4 ayat (2) final.
Sebagai tambahan informasi, pada saat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak meminta kepada Termohon untuk membuat daftar rincian tagihan dan penerimaan pembayaran atas listrik dan air untuk masing-masing penyewa.
Namun, sampai selesainya proses banding, Termohon PK tidak pernah memenuhi permintaan Majelis Hakim tersebut. Termohon juga tidak memberikan data-data yang dapat membuktikan alasan permohonan bandingnya. Merujuk pada uraian di atas, Pemohon menilai putusan Pengadilan Pajak tidak dapat dipertahankan.
Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan dalil-dalil Pemohon PK. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa Termohon PK bergerak di bidang pengelolaan gedung. Kegiatan utama yang dilakukannya ialah menyewakan ruangan beserta fasilitas pendukungnya bagi pelaku usaha.
Pelaku usaha yang menyewa ruangan akan dikenakan biaya sewa dan biaya servis. Atas penghasilan sewa dan biaya servis tersebut telah dicatat dan dilaporkan sebagai pendapatan yang terutang PPh Pasal 4 ayat (2).
Selanjutnya, terkait kebutuhan listrik dan air bersih di area gedung persewaan disediakan oleh lembaga pemerintah. Dalam rangka mengetahui beban pemakaian listrik dan air bersih setiap penyewa, pada setiap ruangan atau lahan yang disewakan telah dipasang kwh meter dan water flow meter.
Biaya pemakaian listrik dan air ditanggung oleh masing-masing penyewa. Sementara itu, terkait kebutuhan listrik dan air untuk fasilitas umum menjadi beban Termohon PK yang selanjutnya dimasukkan menjadi salah satu unsur biaya servis.
Ketentuan terkait biaya-biaya yang telah diuraikan di atas sudah tercantum dan disepakati dalam perjanjian sewa menyewa. Oleh karena itu, atas biaya listrik dan air bukan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) final.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihi sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi positif DPP PPh Pasal 4 yat (2) final Masa Pajak Oktober 2011 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, kebutuhan listrik dan air para penyewa dipenuhi oleh lembaga pemerintah yang berwenang atas hal tersebut. Termohon PK tidak menerima penghasilan atas pembayaran listrik dan air karena sebagai perantara untuk penagihan biaya pemakaian. Oleh karena itu, biaya listrik dan air bukanlah objek PPh Pasal 4 ayat (2). Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak tepat sehingga harus dibatalkan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.