RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai penetapan unit apartemen sebagai objek pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan penentuan saat terutangnya.
Otoritas pajak menilai unit apartemen yang dimiliki wajib pajak telah memenuhi ketentuan sebagai barang kena pajak (BKP) tergolong mewah yang dapat dipungut PPnBM sebagaimana diatur dalam PMK 620/PMK.03/2004. Terhadap apartemen tersebut seharusnya terutang saat pembayaran dilakukan.
Sebaliknya, wajib pajak berpendapat unit apartemen yang dimilikinya tidak tergolong sebagai objek PPnBM karena luas bangunan dan harganya tidak memenuhi ketentuan. Dengan kata lain, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa terdapat dua sengketa dalam perkara ini.
Pertama, terkait saat terutangnya PPnBM. Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, saat terutangnya PPnBM ialah ketika terjadinya penyerahan BKP yang tergolong mewah.
Kedua, penentuan objek PPnBM. Adapun unit apartemen yang dijual oleh wajib pajak tidak termasuk sebagai BKP yang tergolong mewah sehingga tidak dipungut PPnBM. Hal ini dikarenakan unit apartemen yang dimiliki wajib pajak tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagai objek PPnBM.
Berdasarkan pada PMK 620/PMK.03/2004, apartemen dikategorikan sebagai barang mewah ketika memiliki luas bangunan 150 m2 atau lebih dengan harga jual bangunan Rp4.000.000 atau lebih per meternya, tidak termasuk nilai tanah. Dalam konteks ini, apartemen wajib pajak tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan tersebut.
Selanjutnya, salah satu hakim Pengadilan Pajak (Hakim A) memberikan dissenting opinion. Menurutnya, saat terutangnya PPnBM ialah ketika terjadi penyerahan atau saat pembayaran sudah dilakukan sebelum penyerahan BKP yang tergolong mewah berlangsung.
Unit apartemen yang dimiliki wajib pajak memenuhi persyaratan sebagai objek PPnBM. Hakim A menyimpulkan koreksi yang dilakukan otoritas pajak dapat dipertahankan.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 76606/PP/M.IB/17/2016 tanggal 9 November 2016, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 14 Februari 2017.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPnBM masa pajak Juni 2009 senilai Rp197.866.058 atas penjualan unit apartemen yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat BKP tergolong mewah yang tidak dipungut PPnBM.
Berdasarkan pada PMK 620.PMK.03/2004, terdapat dua persyaratan untuk menentukan unit apartemen termasuk barang mewah atau tidak. Adapun dua syarat yang dimaksud ialah luas bangunan apartemen 150 m2 atau lebih serta harga jual bangunan Rp4.000.000 atau lebih.
Berdasarkan pada ketentuan tersebut, unit apartemen yang dimiliki Termohon PK sudah memenuhi dua persyaratan tersebut. Dengan kata lain, seluruh unit apartemen yang dimiliki Termohon PK tergolong sebagai BKP mewah yang harus dipungut PPnBM.
Selain itu, Pemohon PK juga melakukan koreksi terkait dengan saat terutangnya PPnBM. Pemohon PK berpendapat PPnBM terutang ketika terjadinya pernyerahan BKP yang tergolong mewah. Kendati demikian, ketika pembayaran dilakukan terlebih dahulu maka PPnBM terutang saat pembayaran terjadi.
Berkaitan dengan perkara ini, pembayaran atas pembelian BKP yang tergolong mewah sudah dilakukan terlebih dahulu. Pemohon PK menyimpulkan saat terutangnya PPnBM ialah ketika Termohon PK melakukan pembayaran atas penyerahan unit apartemen.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan keberatan atas koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK mengakui pihaknya telah membeli beberapa unit apartemen. Adapun apartemen yang dibeli memiliki luas kurang dari 150 m2 dengan harga jual bangunan tidak melebihi Rp4.000.000. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPnBM masa pajak Juni 2009 senilai Rp197.866.058 atas penjualan unit apartemen dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, unit apartemen yang disengketakan merupakan BKP yang tergolong mewah. Terhadap unit apartemen tersebut memang seharusnya dikenakan PPnBM. Dengan kata lain, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dapat dibenarkan.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan PK yang diajukan Pemohon PK. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.