RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pembuktian atas Koreksi PPh Pasal 21

DDTC Fiscal Research and Advisory | Jumat, 26 November 2021 | 16:43 WIB
Sengketa Pembuktian atas Koreksi PPh Pasal 21

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai pembuktian atas koreksi pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang dilakukan otoritas pajak.

Otoritas pajak menilai wajib pajak tidak kooperatif dalam memberikan data dan dokumen yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan, padahal otoritas pajak sebelumnya telah menerbitkan surat peminjaman dokumen dan juga surat peringatan I dan II.

Akan tetapi, wajib pajak tidak kunjung memberikan dokumen yang diminta. Sebaliknya, wajib pajak menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan data dan dokumen yang diminta oleh otoritas pajak pada saat proses pemeriksaan.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding. Mahkamah Agung juga memutuskan untuk menolak permohonan PK dari wajib pajak. Jika tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan wajib pajak tidak menyerahkan surat perjanjian dengan X Co sehubungan sewa, utang, jasa teknik, dan lain-lain dalam persidangan.

Atas ketiadaan dokumen tersebut, akibatnya otoritas pajak tidak dapat melakukan pembuktian kebenaran transaksi yang dilakukan wajib pajak. Untuk itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai keputusan otoritas pajak untuk mengkoreksi nilai PPh Pasal 21 wajib pajak sudah tepat.

Baca Juga:
Isi SPT Masa PPh 21 untuk Desember, Cukup Buatkan Bukti Potong Tahunan

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put-44951/PP/M.VI/10/2013 tanggal 17 Mei 2013, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 16 Agustus 2013.

Pokok sengketanya adalah koreksi positif PPh Pasal 21 senilai Rp28.158.000 yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan tidak setuju dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Materi yang diperdebatkan dalam perkara ini adalah terkait dengan pembuktian. Dalam perkara ini, Pemohon PK menyatakan pihaknya telah memberikan data dan dokumen pendukung kepada pihak Termohon PK pada saat proses pemeriksaan.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Data yang telah diserahkan Pemohon PK kepada Termohon PK adalah dokumen terkait dengan pembukuan, laporan keuangan, SPT serta dokumen terkait dengan pembuktian.

Pemohon PK menambahkan memang ada dokumen yang belum diberikan pada saat pemeriksaan, yaitu dokumen perjanjian kerjasama antara Pemohon PK dengan X Co dan juga surat keterangan domestik (SKD) dari X Co. Dokumen perjanjian tersebut tidak diserahkan karena Termohon PK tidak memintanya.

Sementara itu, SKD tidak diberikan saat pemeriksaan karena dokumen yang dimaksud belum diterbitkan otoritas berwenang di negara domisili X Co. Untuk itu, Pemohon PK baru memberikan dokumen perjanjian antara Pemohon dan X Co serta SKD X Co saat proses keberatan.

Baca Juga:
Ingat, Pegawai Tetap Berhak Meminta Kembali Kelebihan Potongan PPh 21

Dalam proses persidangan banding, Pemohon PK juga telah memberikan data berbentuk tabel yang berisikan dokumen yang telah diminta Termohon PK dan dokumen yang sudah diserahkan. Dalam tabel tersebut tertera tanggal penyerahannya kepada Termohon PK.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon PK menganggap pihaknya sudah memenuhi ketentuan pajak terkait dengan pemberian dokumen dan tidak setuju atas koreksi positif PPh Pasal 21 yang diberikan Termohon PK.

Di lain pihak, Termohon PK menilai Pemohon PK tidak kooperatif dalam memberikan data dan dokumen, padahal Termohon PK sebelumnya telah menerbitkan surat peminjaman dokumen dan juga surat peringatan I dan II. Akan tetapi, Pemohon PK tidak kunjung memberikan dokumen yang diminta.

Baca Juga:
Pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Desember Tak Pakai TER

Termohon PK menegaskan dokumen yang dimintanya dapat menjadi penentu koreksi pajak yang diberikannya kepada Pemohon PK. Namun, Pemohon PK baru menyerahkan dokumen itu pada proses keberatan sehingga Termohon PK tidak dapat mempertimbangkan bukti tersebut.

Dengan demikian, Termohon PK berpendapat koreksi positif atas PPh Pasal 21 yang dilakukannya sudah sesuai fakta dan aturan yang berlaku.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan Permohonan PK tak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan yang dikemukakan Majelis Hakim Agung.

Baca Juga:
Selain PPh 21 DTP, Ini Insentif Ekonomi untuk Sektor Ketenagakerjaan

Pertama, koreksi positif atas objek PPh Pasal 21 sudah benar. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, Mahkamah Agung telah melakukan uji bukti pendukung. Berdasarkan uji bukti tersebut, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Koreksi yang dilakukan Termohon PK tetap dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK yang diajukan Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

Putusan Mahkamah Agung tersebut diucapkan Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 30 Juni 2015. (rig)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Sabtu, 21 Desember 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Isi SPT Masa PPh 21 untuk Desember, Cukup Buatkan Bukti Potong Tahunan

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak