RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pembelian Barang yang Dikenakan PPh Pasal 23

Vallencia | Jumat, 18 Maret 2022 | 18:15 WIB
Sengketa Pembelian Barang yang Dikenakan PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) atas pembelian barang yang dianggap sebagai objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 23.

Otoritas pajak melakukan koreksi berdasarkan pada hasil ekualisasi antara nilai PPh Pasal 23 dengan pajak masukan yang telah dilaporkan wajib pajak. Berdasarkan pada hasil ekualisasi tersebut, otoritas pajak menemukan fakta terdapat biaya jasa dan pembelian barang yang merupakan objek PPh Pasal 23, tetapi belum dipotong pajak.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan dalil otoritas pajak. Wajib pajak berpendapat pembelian barang bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23. Oleh karena itu, wajib pajak tidak melakukan pemotongan atas pembelian barang.

Baca Juga:
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkeyakinan terdapat sebagian biaya jasa dan pembelian barang wajib pajak yang merupakan objek PPh Pasal 23. Namun demikian, sebagian transaksi lainnya tidak termasuk objek PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Selain itu, mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE53/PJ/2009, dalam hal wajib pajak tidak dapat memisahkan nilai biaya jasa dengan pembelian barang maka PPh Pasal 23 dikenakan terhadap jumlah brutonya.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put.50602/PP/M.IIIA/12/2014 tanggal 10 Juni 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis kepada Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 15 Januari 2014.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif DPP PPh 23 masa pajak November 2009 senilai Rp217.528.560 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami terlebih dahulu, Termohon PK merupakan wajib pajak yang bergerak di bidang jasa periklanan. Adapun lingkup pekerjaan yang dilakukannya ditentukan berdasarkan pada perjanjian kerja atau kontrak dengan pengguna jasa.

Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi berdasarkan pada hasil ekualisasi antara nilai PPh Pasal 23 dengan pajak masukan yang telah dilaporkan Termohon PK. Dari hasil ekualisasi tersebut, Pemohon PK menemukan fakta terdapat biaya jasa dan pembelian barang yang belum dipotong PPh Pasal 23. Padahal, atas biaya jasa dan pembelian barang tersebut merupakan objek PPh Pasal 23.

Pernyataan Pemohon PK tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Dalam ketentuan a quo menyatakan imbalan sehubungan dengan jasa harus dipotong PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Sebagai tambahan, sepanjang proses pemeriksaan hingga keberatan, Termohon PK menunjukkan adanya itikad tidak baik. Sebab, Termohon PK tidak menyerahkan dokumen yang diminta oleh Pemohon PK. Fakta ini dibuktikan dengan diterbitkannya Surat No. BA1/WPJ.19/BD.05/2012.

Selain itu, berdasarkan pada isi berita acara No. BA-55/WPJ.19/BD.05/2012, Termohon PK juga tidak hadir dan tidak memberikan tanggapan mengenai hasil penelitian keberatan. Padahal, Termohon PK telah dipanggil secara layak melalui surat pemberitahuan untuk hadir (SPUH) tertanggal 16 Februari 2012.

Mengacu pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menilai biaya jasa dan pembelian barang termasuk objek PPh Pasal 23. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Menurut Termohon PK, transaksi pembelian barang bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23.

Kemudian, dalam membuktikan dalilnya tersebut, Termohon PK telah menunjukkan dokumen berupa invoice, purchased order, penerimaan barang pembelian, rekening koran, dan faktur pajak. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Adapun terhadap perkara ini, Mahkamah Agung menyatakan koreksi yang dilakukan Pemohon PK atas DPP PPh Pasal 23 tidak dapat dipertahankan. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%