RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak Penghasilan Hadiah yang Tidak Dipotong PPh Pasal 23

Hamida Amri Safarina | Rabu, 04 Agustus 2021 | 17:15 WIB
Sengketa Pajak Penghasilan Hadiah yang Tidak Dipotong PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum mengenai sengketa pajak penghasilan (PPh) yang tidak dipotong PPh Pasal 23.

Otoritas pajak melakukan koreksi karena wajib pajak tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas pemberian payment incentive, cash discount, rebate dan stock compensation kepada pelanggannya. Padahal, payment incentive, cash discount, rebate dan stock compensation tergolong sebagai hadiah atau penghargaan yang merupakan objek PPh Pasal 23.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat bahwa payment incentive, cash discount, rebate dan stock compensation bukan merupakan penghasilan dalam bentuk hadiah atau penghargaan. Dengan demikian, pemberian payment incentive, cash discount, rebate dan stock compensation kepada pelanggan wajib pajak tidak harus dipotong PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat pemberian payment incentive, cash discount, rebate, dan stock compensation dari wajib pajak kepada pelanggannya tidak tergolong objek PPh Pasal 23 atas hadiah.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Pemberian payment incentive, cash discount, rebate, dan stock compensation tersebut dilakukan dalam rangka jual beli atau dagang. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 52241/PP/M.XIB/ 12/2014 tanggal 30 April 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Agustus 2014.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 senilai Rp45.908.840.027 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami, Termohon PK memiliki usaha penjualan barang-barang elektronik. Berdasarkan pada bukti-bukti yang tersedia, Termohon PK terbukti memberikan payment incentive, cash discount, rebate dan stock compensation kepada pelanggannya dalam rangka promosi barang.

Pemohon PK melakukan koreksi karena Termohon PK tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas pemberian payment incentive, cash discount, rebate dan stock compensation kepada pelanggannya. Padahal, payment incentive, cash discount, rebate dan stock compensation tergolong sebagai hadiah atau penghargaan yang merupakan objek PPh Pasal 23.

Menurut Pemohon PK, penghasilan berupa hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang harus dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15%. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar dan seharusnya dipertahankan.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK mengakui pihaknya telah memberikan payment incentive, cash discount, rebate dan stock compensation kepada pelanggannya.

Termohon PK menguraikan payment incentive, cash discount dan rebate adalah biaya atas transaksi jual beli. Sementara stock compensation adalah penggantian yang diberikan pada pelanggan atas barang yang belum terjual. Adapun terhadap barang yang belum terjual tersebut harganya telah turun signifikan karena adanya barang sejenis yang memiliki kelebihan tertentu.

Berdasarkan pada penjelasan tersebut, Termohon PK berpendapat bahwa payment incentive, cash discount, rebate, dan stock compensation bukan merupakan penghasilan dalam bentuk hadiah atau penghargaan yang harus dipotong PPh Pasal 23. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tersebut tidak dapat dibenarkan sehingga harus ditolak.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 23 senilai Rp45.908.840.027 yang tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, payment incentive, cash discount, rabat, dan stock compensation bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Pemeriksaan, pengujian, dan putusan Pengadilan Pajak sudah benar. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB KONSULTASI PAJAK

Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra