RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Reimbursement yang Dikenakan PPN

Hamida Amri Safarina | Jumat, 13 Mei 2022 | 19:00 WIB
Sengketa Pajak atas Reimbursement yang Dikenakan PPN

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penggantian biaya (reimbursement) yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).

Sebagai informasi, dalam perkara ini, wajib pajak membantu PT X untuk menyediakan transportasi berupa truk dalam rangka pengangkutan pupuk.

Adapun truk yang digunakan tersebut bukan milik Termohon PK, melainkan PT Y. Dalam proses transaksinya, wajib pajak melakukan pembayaran biaya transportasi terlebih dahulu kepada PT Y. Kemudian, wajib pajak meminta penggantian kepada PT X.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Otoritas pajak menilai terdapat penyerahan jasa oleh wajib pajak yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Penyerahan yang dimaksud ialah terkait dengan jasa transportasi yang diberikan wajib pajak kepada PT X. Padahal, terhadap transaksi penyerahan jasa transportasi tersebut seharusnya dikenakan PPN.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak pernah melakukan penyerahan jasa transportasi kepada PT X. Transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan PT X ialah terkait dengan penggantian biaya (reimbursement) atas jasa transportasi yang diberikan PT Y.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat biaya sebesar Rp52.773.425 bukan merupakan pembayaran jasa yang dilakukan oleh wajib pajak, melainkan reimbursement atas biaya transportasi.

Wajib pajak hanya membantu membayarkan terlebih dahulu biaya transportasi yang harus ditanggung PT X kepada PT Y. Dengan begitu, atas transaksi tersebut tidak dapat diklasifikasikan sebagai objek PPN. Berdasarkan pada uraian di atas, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak.

Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 57705/PP/M.XIIIA/16/2014 tanggal 25 November 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 Maret 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN masa pajak Januari 2010 senilai Rp52.773.425 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi berdasarkan pengujian arus uang atau piutang melalui rekening koran Termohon PK.

Berdasarkan pada pengujian tersebut, Pemohon PK menemukan fakta terdapat penyerahan jasa oleh Termohon PK yang tidak dilaporkan dalam SPT. Penyerahan yang dimaksud ialah terkait dengan jasa transportasi yang diberikan Termohon PK kepada PT X. Padahal, terhadap penyerahan jasa transportasi tersebut seharusnya dikenakan PPN.

Pemohon PK menyatakan tidak setuju jika transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan PT X dianggap sebagai penggantian biaya (reimbursement). Untuk membuktikan dalilnya tersebut, Pemohon PK telah meminta dokumen pembukuan, buku besar, neraca laba rugi, dan dokumen lainnya secara patut dan layak kepada Termohon PK.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Permintaan dokumen tersebut bertujuan untuk proses pengujian lebih lanjut atas penyerahan jasa transportasi yang dilakukan Termohon PK. Namun, sejak pemeriksaan hingga persidangan tingkat banding selesai, Termohon PK tidak memberikan dokumen pendukung yang diminta Pemohon PK.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Perlu dipahami, Termohon PK memang melakukan transaksi dengan PT X. Dalam hal ini, Termohon PK membantu PT X untuk menyediakan transportasi berupa truk dalam rangka pengangkutan pupuk.

Adapun truk yang digunakan tersebut bukan milik Termohon PK, melainkan PT Y. Dalam proses transaksinya, Termohon PK melakukan pembayaran terlebih dahulu biaya transportasinya kepada PT Y. Setelah itu, Termohon PK meminta penggantian kepada PT X. Dalam hal ini, Termohon PK juga tidak memperoleh keuntungan atau mengambil margin atas transaksi tersebut.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Dengan kata lain, uang senilai Rp52.773.425 yang diterimanya terbukti merupakan penggantian biaya (reimbursement) dari PT X. Penggantian biaya tersebut bukan merupakan objek PPN. Oleh karena itu, Termohon PK menyimpulkan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil dapat dibenarkan. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPN berupa penyerahan yang harus dipungut sendiri senilai Rp52.773.425 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Catat! Hari Ini Batas Permohonan SKB PPN yang Dimanfaatkan untuk 2024

Kedua, dalam perkara a quo, sejumlah uang yang diterima Termohon PK dari PT X pada dasarnya bukan merupakan pembayaran atas penyerahan jasa. Transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan PT X merupakan reimbursement atas biaya transportasi yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh Termohon PK.

Dengan kata lain, transaksi yang dimaksud bukan merupakan objek PPN. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Menurut Mahkamah Agung, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan ditolaknya permohonan PK, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra