RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Perbedaan Penentuan Tarif Royalti PPh Pasal 26

Hamida Amri Safarina | Senin, 30 Maret 2020 | 16:56 WIB
Sengketa Pajak atas Perbedaan Penentuan Tarif Royalti PPh Pasal 26

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai perbedaan penentuan tarif royalti atas objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26. Dasar penentuan tarif royalti ini mengacu pada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Australia yang telah disepakati kedua negara.

Otoritas pajak menyatakan pembayaran royati atas know how, patents, aplication software, dan trademarks dikenakan tarif sebesar 15%. Sebaliknya, wajib pajak berpendapat atas penyediaan know how oleh pihak ketiga untuk proses produksi dikenakan tarif 10%.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan wajib pajak. Hakim menetapkan tarif PPh Pasal 26 atas royalti pada sengketa ini seharusnya dikenakan sebesar 10%. Sementara, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK. Berikut ulasan selengkapnya.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan yang dilakukan oleh pejabat otoritas pajak tertanggal 11 Juni 2012.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa wajib pajak harus melakukan pembayaran royalti karena pemakaian know-how teknologi dari pihak ketiga untuk proses produksi kegiatan usahanya.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Majelis Pengadilan Pajak berdalil kegiatan tersebut merupakan objek pajak PPh Pasal 26 berupa know-how yang dikenakan tarif sebesar 10% sesuai P3B Indonesia - Australia. Majelis Hakim Pengadilan Pajak mempertimbangkan koreksi otoritas pajak tidak dapat dipertahankan. Selanjutnya, hakim menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan Pemohon Banding.

Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.53179/PP/M.IIA/13/2014 tertanggal 17 Juni 2014, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 2 Oktober 2014.

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi Pemohon PK atas PPh Pasal 26 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2009 terkait dengan perbedaan tarif sebesar Rp821.466.423 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sisa 3 Hari! Jangan Lewatkan Promo Spesial Akhir Tahun DDTC

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK melakukan koreksi pengenaan tarif PPh Pasal 26 sesuai ketentuan P3B Indonesia-Australia atas pembayaran royalti kepada pihak ketiga. Perlu diketahui, Termohon PK bergerak di bidang jasa peledakan khusus untuk pertambangan.

Berdasarkan Explosives Technology Licence Agreement antara Termohon PK dengan pihak ketiga diketahui bahwa Termohon PK membayar royalti atas know how, patents, aplikasi software, dan trademark.

Baca Juga:
Tingkatkan Investasi, Negara Tetangga Ini Gencarkan Negosiasi P3B

Pemohon PK berdalih bahwa benar know how, application software dan pemakaian trademark merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Namun, untuk memperoleh know how, application software dan pemakaian trademark, Termohon PK terlebih dahulu harus mendapatkan lisensi untuk memanfaatkan patennya. Tanpa adanya lisensi, Termohon PK tidak bisa menjalankan kegiatan usahanya.

Termohon telah terbukti memperoleh hak dari pihak ketiga untuk memanfaatkan paten. Oleh karena itu, berdasarkan P3B Indonesia – Australia, pembayaran royalti dikenakan tarif PPh sebesar 15%. Menurut Pemohon PK, Majelis Hakim Pengadilan Pajak dianggap keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku (contra legem) dalam memutus perkara.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan koreksi Pemohon PK, sebab royalti yang dibayarkan Termohon berhubungan dengan know how technology. Termohon PK berpendapat bahwa dalam rangka pemberian jasa peledakan kepada konsumen, dibutuhkan pengetahuan teknis dan dukungan teknologi. Oleh karena itu, Termohon bekerja sama dengan pihak ketiga.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Atas penyediaan “know how” oleh pihak ketiga dalam rangka proses produksi untuk menghasilkan unit produksi oksidan massal (bulk oxidizer), Termohon PK berpendapat bahwa hal tersebut sudah sesuai ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, pembayaran sehubungan dengan scientific, technical, industrial, atau commercial knowledge or information dikenakan tarif PPh Pasal 26 atas royalti 10% sesuai P3B Indonesia - Australia.

Pertimbangan Mahkamah Agung

ALASAN-alasan permohonan Pemohon PK atas koreksi Pemohon PK terkait PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan September 2009 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori PK oleh Pemohon PK, hal tersebut tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap di persidangan.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Dalam perkara a quo terikat dengan P3B antara Indonesia dan Australia. Berdasarkan asas lex specialis derogate lex generalis dan lex superior derogate legi inferior, pembayaran royalti terkait dengan pemakaian know how dikenakan tarif sebesar 10%.

Penggunaan tarif sebesar 15% adalah tidak benar. Oleh sebab itu, koreksi Pemohon PK dalam perkara ini tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.

Majelis hakim menyatakan tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Ditjen Pajak dinyatakan ditolak. Dengan ditolaknya permohonan PK maka Pemohon PK merupakan pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara dalam PK.

Putusan dapat diakses melalui laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau disini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Selasa, 17 Desember 2024 | 11:15 WIB LITERATUR PAJAK

Sisa 3 Hari! Jangan Lewatkan Promo Spesial Akhir Tahun DDTC

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP