RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Kesalahan Pencatatan Biaya Gaji Ekspatriat

Vallencia | Jumat, 02 September 2022 | 10:13 WIB
Sengketa Pajak atas Kesalahan Pencatatan Biaya Gaji Ekspatriat

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi positif terhadap dasar pengenaan pajak (DPP) pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 akibat kesalahan pencatatan biaya gaji ekspatriat.

Otoritas pajak menyatakan terdapat DPP PPh Pasal 21 terkait dengan biaya gaji ekspatriat yang belum dibayarkan oleh wajib pajak. Oleh sebab itu, otoritas pajak menetapkan koreksi DPP PPh Pasal 21. Otoritas pajak juga menjelaskan koreksi DPP PPh Pasal 21 tidak berhubungan dengan kesalahan pencatatan atas biaya gaji ekspatriat dan besaran biaya bank (bank charges).

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan koreksi yang ditetapkan oleh otoritas pajak. Sebab, koreksi berasal dari kesalahan pencatatan jurnal biaya gaji ekspatriat dan biaya bank (bank charges). Menurut wajib pajak, PPh atas gaji ekspatriat tersebut sudah dilaporkan dan disetorkan dengan benar.

Baca Juga:
Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi positif PPh Pasal 21 yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

Berdasarkan pada data dan fakta selama uji kebenaran materi, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai koreksi oleh otoritas pajak dilakukan karena adanya kesalahan pencatatan jurnal biaya gaji ekspatriat. Namun, kesalahan tersebut juga telah diperbaiki melalui jurnal pembalik.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak.

Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 45734/PP/M.III/10/2013 tanggal 20 Juni 2013, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 1 Oktober 2013.

Baca Juga:
Aturan Permintaan Suket Hal yang Jadi Dasar Surat Keputusan Keberatan

Pokok sengketa dalam perkara ini ialah koreksi positif DPP PPh Pasal 21 tahun pajak 2004 senilai Rp415.951.455 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK merupakan pengusaha dalam bidang usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan production sharing contract.

Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi DPP PPh Pasal 21 yang berkaitan dengan biaya gaji ekspatriat. Koreksi Pemohon PK dilakukan berdasarkan pada ekualisasi biaya gaji yang dibebankan dalam buku besar Termohon PK dengan DPP PPh Pasal 21.

Baca Juga:
NIK Pegawai Tidak Ditemukan saat Bikin Bupot, DJP Beberkan Solusinya

Berdasarkan pada hasil ekualisasi tersebut, Pemohon PK menemukan terdapat biaya gaji pegawai ekspatriat yang belum dipotong PPh Pasal 21 oleh Termohon PK secara keseluruhan. Padahal, atas penghasilan yang diterima pegawai ekspatriat tersebut seharusnya dipotong PPh Pasal 21.

Lebih lanjut, Pemohon PK tidak setuju dengan pendapat Termohon PK yang menyatakan koreksi yang dilakukan Pemohon hanya karena adanya kesalahan pencatatan atas biaya gaji ekspatriat dan besaran biaya bank (bank charges).

Sebab, kesalahan pencatatan jurnal tersebut tidak memengaruhi koreksi DPP PPh Pasal 21. Koreksi DPP PPh Pasal 21 berasal dari akun biaya gaji dan bukan biaya bank (bank charges), sehingga tidak berhubungan.

Baca Juga:
DJP Yogyakarta Jalin Kerja Sama Penegakan Hukum dengan Kejaksaan

Selain itu, menurut Pemohon PK, Termohon PK tidak menyerahkan data yang diminta secara lengkap selama proses keberatan. Hal tersebut menunjukkan Termohon PK tidak memiliki komitmen untuk menyelesaikan sengketa pajak yang terjadi.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Menurut Termohon PK, koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK berasal dari kesalahan pencatatan atas biaya gaji ekspatriat dan besaran biaya bank (bank charges) saja.

Namun, kesalahan tersebut sudah diperbaiki oleh Termohon PK pada periode yang sama dengan menggunakan jurnal pembalik. Terhadap perbaikan tersebut, Termohon PK telah mencatat pembayaran aktual gaji ekspatriat dan biaya bank (bank charges) dengan benar.

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

PPh atas gaji ekspatriat tersebut juga sudah dilaporkan dan dibayar pada masa pajak Mei 2004. Kesalahan jurnal yang telah dilakukan koreksi bukan merupakan objek pajak dan tidak memberi tambahan kemampuan ekonomis. Dengan demikian, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 21 senilai Rp415.951.445 tidak dapat dipertahankan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Pemberi Kerja Masih Wajib Setor Bukti Potong PPh Pasal 21 ke Pegawai

Kedua, dalam perkara a quo, biaya bank (bank charges) bukan merupakan objek PPh Pasal 21. Oleh sebab itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Rabu, 29 Januari 2025 | 15:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (5)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Entitas Dana Investasi yang Dikecualikan Pajak Minimum Global

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Dukung Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga oleh Prabowo

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:11 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPh Final 0,5% dan PTKP Rp500 Juta, Intervensi Pemerintah Dukung UMKM?