RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak tentang barang kena pajak (BKP) yang memperoleh fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN) di Kawasan Berikat. Adapun fasilitas yang diberikan berupa tidak dipungut PPN. Syarat untuk memperoleh fasilitas ini adalah barang tersebut harus diolah lebih lanjut sehingga memiliki nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.
Dalam kasus ini, wajib pajak berdalil bahwa buku manual atau panduan penggunaan barang elektronik yang dikirim ke kawasan berikat berhak memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN. Buku panduan yang dimasukan ke dalam kemasan produk eletronik akan mendapatkan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.
Berbeda dengan pendapat wajib pajak, otoritas pajak menilai bahwa penyerahan buku panduan elektronik tersebut dikenakan PPN sebesar 10%. Atas penyerahan BKP tersebut tidak dapat memperoleh fasilitas berupa tidak dipungut PPN karena tidak termasuk kriteria bahan yang diolah lebih lanjut
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan bahwa buku manual atau panduan yang diserahkan ke pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) termasuk kriteria barang untuk diolah lebih lanjut. Sebab, buku panduan menjadi satu kesatuan dengan barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, hakim berpendapat bahwa koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan. Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak.
Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 39981/PP/M.V/16/2012 tertanggal 10 September 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 28 Desember 2012
Pokok sengketa perkara a quo adalah reklasifikasi penyerahan yang tidak dipungut PPN menjadi penyerahan yang harus dipungut PPN sebesar Rp1.643.217.767 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK mempunyai dasar pertimbangan dan dasar hukum yang kuat untuk memungut PPN 10% atas transaksi penyerahan buku panduan elektronik dari Termohon PK kepada perusahaan elektronik di Kawasan Berikat.
Atas penyerahan buku panduan elektronik yang dilakukan Termohon PK dianggap seharusnya dikenakan PPN karena telah memenuhi syarat sebagai penyerahan barang yang terutang PPN. Penyerahan barang tersebut dilakukan di dalam daerah pabean dan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. Dengan demikian, buku panduan tersebut tergolong BKP dan terutang PPN 10%.
Pemohon PK berpendapat bahwa memang ada fasilitas yang bisa dinikmati oleh PDKB. Adapun fasilitas tersebut berupa tidak dipungut PPN yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.04/2005 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat (PMK 101/2005). Dalam hal mendapatkan fasilitas tersebut, Termohon PK harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Berdasarkan Pasal 14 huruf d PMK 101/2005, pemasukan BKP dari daerah pabean Indonesia ke PDKB tidak akan dipungut PPN apabila barang tersebut diolah lebih lanjut untuk mendapatkan nilai lebih tinggi atas penggunaannya.
Diolah lebih lanjut artinya apabila pengolahan suatu bahan, baik bahan mentah, bahan setengah jadi, maupun bahan jadi akan menghasilkan produk baru yang berbeda dari bahan-bahan yang diolah sebelumnya.
Dalam perkara a quo, buku panduan elektronik yang diserahkan oleh Termohon PK ke kawasan berikat tidak dapat diartikan diolah lebih lanjut. Sebab, buku panduan hanya dimasukkan ke dalam kemasan produk elektronik tanpa mengubah bentuk buku sama sekali. Buku panduan elektronik bukan termasuk jenis barang yang memperoleh fasilitas PPN.
Berdasarkan pertimbangan di atas, penyerahan buku panduan elektronik yang dilakukan Termohon PK tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN. Oleh karena itu, Termohon PK tetap harus dipungut PPN dengan tarif 10% atas transaksi tersebut.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan bahwa buku panduan yang dikirimkannya ke kawasan berikat berhak memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN. Lebih lanjut, buku panduan elektronik yang diserahkan ke PDKB termasuk kriteria barang untuk diolah lebih lanjut.
Sebab, tanpa buku panduan tersebut, barang elektronik tidak dapat dijual sebagai komoditi ekspor. Apabila buku panduan dimasukan ke dalam kemasan produk eletronik akan mendapatkan nilai lebih tinggi untuk penggunaannya.
Pertimbangan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya sudah tepat dan benar.
Penyerahan buku panduan dari Termohon PK ke kawasan berikat berhak memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN karena memenuhi kriteria diolah lebih lanjut. Dalam perkara a quo, setiap produk elektronik yang akan diolah lebih lanjut untuk diedarkan oleh PDKB di dalam negeri maupun luar negeri wajib dilengkapi buku panduan penggunaan yang menjadi kesatuan dengan barang jadi.
Termohon PK telah mendapatkan fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM mulai tanggal 20 Desember 2004. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pertimbangan di atas, pemohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinyatakan ditolak. Dengan begitu, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.