RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi PPN atas Penyerahan Dalam Negeri

Abiyoga Sidhi Wiyanto | Jumat, 23 Februari 2024 | 09:50 WIB
Sengketa Koreksi PPN atas Penyerahan Dalam Negeri

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pembuktian atas koreksi pajak pertambahan nilai (PPN) terkait dengan penyerahan barang di dalam negeri.

Otoritas pajak berpendapat terdapat penyerahan barang dalam negeri yang belum dikenakan PPN. Selain itu, otoritas pajak juga menilai wajib pajak tidak beritikad baik untuk memberikan data dan informasi secara lengkap dalam proses pemeriksaan.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan pihaknya telah memungut seluruh PPN atas penyerahan dalam negeri yang dilakukan. Wajib pajak juga menegaskan telah memberikan data dan keterangan yang diminta otoritas pajak secara lengkap.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 57818/PP/M.XVIIIB/16/2014 tanggal 27 November 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 17 Maret 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya koreksi positif penyerahan dalam negeri yang terutang PPN senilai Rp36.945.020.309 untuk masa pajak Januari 2008 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan data dan informasi yang diberikan Termohon PK.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Berdasarkan pada data dan informasi tersebut, diketahui terdapat perbedaan nilai per unit barang mulai dari persediaan awal, pembelian, pemakaian, dan penjualan. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Pemohon PK menyimpulkan terdapat penyerahan barang dalam negeri yang belum dikenakan PPN.

Selain itu, Pemohon PK juga menyatakan dokumen yang disampaikan Termohon PK dalam tahap persidangan banding berbeda dengan dokumen yang digunakannya dalam proses pemeriksaan. Sesuai dengan Pasal 26A ayat (4) UU KUP, dokumen yang tidak diserahkan pada saat pemeriksaan tidak dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian sengketa di tahap keberatan dan selanjutnya.

Adapun dokumen yang diberikan oleh Termohon PK pada proses pemeriksaan, seperti jurnal pembelian, data penjualan, pengeluaran kas, dan buku persediaan, tidak dapat menunjukkan alur transaksi yang dilakukan Termohon PK.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Selain itu, Pemohon PK berpendapat Termohon PK tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 28 UU KUP dengan tidak mengikuti sistem akuntansi yang lazim dipakai di Indonesia. Hal itu menyebabkan dokumen dan bukti-bukti yang ada tidak dapat menjadi dasar penghitungan jumlah pajak terutang.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Pemohon PK berkesimpulan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak benar. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak sependapat dengan pernyataan Pemohon PK. Termohon PK menyatakan pihaknya telah memungut PPN atas seluruh penyerahan dalam negeri yang dilakukannya. Selain itu, Termohon PK menyatakan telah menyerahkan seluruh informasi dan data yang dimilikinya kepada Pemohon PK pada tahap pemeriksaan, keberatan, ataupun banding.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Dokumen dan informasi yang diberikan oleh Termohon PK ialah invoice, bill of lading, packing list, bukti penjualan, dan surat jalan. Oleh karenanya, Termohon PK berkesimpulan bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 57818/PP/M.XVIIIB/16/2014 yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan PK sudah tepat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setidaknya, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan permohonan PK atas koreksi positif penyerahan dalam negeri yang terutang PPN senilai Rp36.945.020.309 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Kedua, menurut Majelis Hakim Mahkamah Agung, uji bukti yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah benar. Koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Oleh karena itu, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah