RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPh Pasal 23 atas Bunga Pinjaman

DDTC Fiscal Research and Advisory | Jumat, 26 Januari 2024 | 10:53 WIB
Sengketa Koreksi DPP PPh Pasal 23 atas Bunga Pinjaman

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman dari pemegang saham.

Dalam kasus ini, wajib pajak memperoleh pinjaman dari pemegang saham yang memiliki hubungan istimewa. Atas pinjaman, wajib pajak berkewajiban membayar uang yang dipinjam beserta bunganya. Namun, dalam kasus ini, wajib pajak memperoleh pinjaman tanpa bunga dari pemegang sahamnya.

Otoritas pajak menilai wajib pajak tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pinjaman tanpa bunga yang merujuk pada Pasal 12 ayat (1) huruf d PP No. 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (PP 94/2010).

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Otoritas pajak menyatakan wajib pajak tidak sedang mengalami kesulitan keuangan. Dengan demikian, atas pinjaman yang diperoleh dari pemegang saham tetap dikenakan bunga dengan tingkat suku bunga wajar. Kemudian, atas bunga yang dimaksud terutang PPh Pasal 23.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat pihaknya telah memenuhi persyaratan pinjaman tanpa bunga sebagaimana diatur dalam PP 94/2010. Menurut wajib pajak, perusahaannya terbukti sedang mengalami kesulitan keuangan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung kembali menolak Permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi DPP PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang ditetapkan oleh otoritas pajak sudah tepat.

Menurut Hakim Pengadilan Pajak, wajib pajak tidak konsisten dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Sebab, dalam koreksi negatif atas biaya bunga yang dilakukan pada 19 Juni 2013, wajib pajak menyatakan menerima koreksi yang dimaksud.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Adapun koreksi negatif tersebut menimbulkan diterbitkannya SKPLB yang berakibat mengurangi beban pajak. Sementara itu, wajib pajak tidak setuju dengan koreksi positif terhadap DPP PPh Pasal 23 atas bunga yang berakibat menambah beban pajaknya.

Berdasarkan pada uraian di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 64605/PP/M.VA/12/2015 tanggal 9 Oktober 2015, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 29 Januari 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi DPP PPh Pasal 23 atas bunga senilai Rp427.191.781 yang bersumber dari koreksi negatif atas biaya bunga dalam perhitungan PPh Badan untuk tahun pajak 2011.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan adanya koreksi positif DPP PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman senilai Rp427.191.781.

Dalam perkara ini, Pemohon PK menerima pinjaman dari PT X dan PT Y selaku pemegang saham. Atas pinjaman tersebut, Pemohon PK tidak diwajibkan untuk membayar bunga pinjaman karena sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d PP 94/2010.

Kemudian, Pemohon PK menegaskan pihaknya memang benar-benar mengalami kesulitan keuangan. Adapun kondisi keuangan perusahaan Pemohon PK mengalami kesulitan apabila tidak dibantu dengan pinjaman dari pemegang saham. Kerugian juga akan bertambah jika Pemohon PK harus membayarkan bunga pinjaman kepada pemegang saham.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Menurut Pemohon PK, cash flow statement yang dinyatakan positif adalah sebelum perusahaan melakukan pelunasan pinjaman. Kemudian, Pemohon PK juga mengakui adanya nilai penyertaan saham yang dimanfaatkan untuk kepentingan perluasan pabrik.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK berhak mendapatkan pinjaman tanpa bunga yang diberikan dari pemegang sahamnya. Terhadap pinjaman yang diperoleh Pemohon PK tersebut tidak terutang PPh Pasal 23. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak dapat dibenarkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju atas pernyataan Pemohon PK tersebut. Termohon PK menilai Pemohon PK tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh pinjaman tanpa bunga. Sesuai dengan PP 94/2010, terdapat 4 persyaratan untuk memperoleh pinjaman tanpa bunga.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Pertama, pinjaman berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain. Kedua, modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya. Ketiga, pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi. Keempat, perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.

Mengacu pada persyaratan keempat, Termohon PK telah melakukan penelitian berdasarkan pada laporan keuangan 2011. Hasil penelitian yang dilakukan Termohon PK menunjukkan Pemohon PK tidak terbukti mengalami kesulitan keuangan.

Dengan begitu, dapat disimpulkan Pemohon PK tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh pinjaman tanpa bunga yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d PP 94/2010. Dengan kata lain, pinjaman yang diperoleh dari pemegang saham tetap dikenakan bunga dengan tingkat suku bunga wajar.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Terhadap pinjaman yang diperoleh Pemohon PK dari pemegang saham tersebut dikenakan PPh Pasal 23. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Termohon PK menyatakan koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 64605/PP/M.VA/12/2015 yang menyatakan menolak permohonan Pemohon PK sudah tepat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setidaknya, terdapat tiga pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan-alasan permohonan PK terkait koreksi positif DPP PPh Pasal 23 masa pajak September 2011 senilai Rp427.191.781 tidak dapat dibenarkan. Sebab, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Baca Juga:
5 Alasan Permohonan Peninjauan Kembali di Tingkat Mahkamah Agung

Kedua, perkara ini memiliki hubungan hukum dengan koreksi negatif atas biaya bunga pinjaman yang mengakibatkan diterbitkannya SKPLB. Dalam hal ini, koreksi negatif tersebut dinyatakan diterima oleh Pemohon PK.

Ketiga, koreksi Termohon PK telah mengedepankan prinsip perhitungan taxable deductible income dalam laba rugi fiskal. Oleh karena itu, koreksi Termohon PK dapat dipertahankan karena telah sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 2 juncto Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Jauzaa)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB KONSULTASI PAJAK

Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra