RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Jasa Teknik, Manajemen, dan Konstruksi Belum Dipotong PPh

Hamida Amri Safarina | Kamis, 30 Juli 2020 | 15:51 WIB
Sengketa Jasa Teknik, Manajemen, dan Konstruksi Belum Dipotong PPh

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa konstruksi yang belum dipotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 23.

Otoritas pajak menilai terdapat beberapa objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong dan dilaporkan oleh wajib pajak. Otoritas pajak menilai atas jasa pemasangan instalasi mesin dan jasa pemasangan listrik merupakan bagian dari jasa konstruksi yang harus dikenakan pemotongan PPh Pasal 23.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan telah melakukan pemotongan, pelaporan dan penyetoran atas penghasilan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa konstruksi. Sementara terkait pengadaan atau pembelian material, menurutnya, bukan merupakan objek PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan dalam catatan transaksinya, wajib pajak memisahkan antara nilai jasa dan nilai pembelian materialnya.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Atas jasa teknik dan jasa manajemen, wajib pajak telah melakukan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 23. Sementara itu, pengadaan atau pembelian material bukan merupakan objek PPh Pasal 23 sehingga pemotongan seharusnya tidak diperlukan. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 46525/PP/M.XII/12/2013 tertanggal 26 Juli 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 1 November 2013.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak PPh Pasal 23 atas jasa teknik dan manajemen sebesar Rp3.949.188.778 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat objek PPh Pasal 23 yang belum dilakukan pemotongan dan pelaporan.

Adapun objek yang dimaksud ialah jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa pemasangan instalasi mesin, dan jasa pemasangan listrik. Padahal, berdasarkan Pasal 23 UU PPh juncto Peraturan Dirjen Pajak No. PER-70/PJ/2007, imbalan sehubungan dengan jasa teknik, manajemen, dan jasa konstruksi wajib dipotong PPh Pasal 23.

Dalam Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 46525/PP/M.XII/12/2013, Majelis Hakim Pengadilan Pajak hanya memutuskan terkait koreksi jasa teknik dan jasa kontruksi saja. Padahal, Pemohon PK melakukan koreksi objek PPh Pasal 23 lainnya.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Pemohon PK juga tidak setuju apabila Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan pembelian atau pengadaan material bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Selain itu, Pemohon menilai jasa pemasangan instalasi mesin dan jasa pemasangan listrik merupakan bagian dari jasa konstruksi yang atas transaksinya harus dikenakan pemotongan PPh Pasal 23.

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mengecualikan jasa pemasangan instalasi mesin dan jasa pemasangan listrik dari objek PPh Pasal 23 dinilai Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Sebab, menurutnya, dalam memutus perkara, Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak mempertimbangkan pendapat para pihak, bukti, dan fakta yang terjadi.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju atas seluruh dalil Pemohon PK. Termohon PK menegaskan telah melakukan pemotongan, pelaporan dan penyetoran PPh Pasal 23 atas seluruh transaksi yang dilakukannya, termasuk atas jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa konstruksi. Selanjutnya, terkait pengadaan atau pembelian material bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 23 atas jasa teknik dan jasa manajemen sebesar Rp3.949.188.778 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, Pemohon PK telah melakukan uji bukti atas catatan, bukti pemotongan, dan penyetoran pajak. Hasil uji bukti tersebut menyatakan bahwa Termohon telah melakukan pemotongan, pelaporan, dan penyetoran PPh Pasal 23 atas jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa konstruksi dengan benar. Selanjutnya, atas kegiatan pengadaan barang bukan merupakan objek PPh Pasal 23.

Berdasarkan uraian di atas, pendapat Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?