RESUME Putusan Peninjauan Kembali ini merangkum sengketa pajak mengenai penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atas koreksi DPP PPh Pasal 23 berupa pinjaman tanpa bunga yang diterima oleh wajib pajak dari pemegang saham.
Otoritas pajak berpendapat wajib pajak tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh pinjaman tanpa bunga sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (PP 94/2010). Otoritas melakukan koreksi terhadap DPP PPh Pasal 23 dan diterbitkanlah SKPKB.
Sebaliknya, wajib pajak menilai syarat untuk memperoleh pinjaman tanpa bunga sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) PP 94/2010 telah terpenuhi. Sebab, perusahaan tengah mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas. Atas dasar itu, SKPKB PPh Pasal 23 yang diterbitkan otoritas pajak tidak benar.
Dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan gugatan yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung kembali menolak Permohonan PK yang diajukan wajib pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan permohonan gugatan yang diajukan wajib pajak atas SKPKB PPh Pasal 23 tidak tepat.
Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, sesuai dengan Pasal 23 UU KUP, permohonan gugatan hanya terkait masalah formal penerbitan surat atau keputusan dan bukan atas substansi material.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan gugatan yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 69245/PP/M.VB/99/2016 tanggal 16 Maret 2016, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 Juni 2016.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah gugatan atas penerbitan SKPKB berupa pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham untuk masa pajak Januari sampai Desember 2008 yang tidak benar.
PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju atas keputusan Termohon PK No. KEP-2352/WPJ.06/2015 tanggal 6 Oktober 2015 tentang pengurangan ketetapan pajak atas SKPKB PPh Pasal 23 yang diajukan oleh Pemohon PK.
Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan adanya koreksi DPP PPh Pasal 23 atas pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) PP 94/2010 yang menyatakan bahwa pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham diperkenankan dengan memenuhi beberapa ketentuan.
Pertama, pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain. Dalam hal ini, pemberi pinjaman tersebut juga telah tercatat dalam akta notaris sebagai pemegang saham.
Kedua, modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham telah disetor seluruhnya. Hasil dari laporan audit perusahaan menyatakan seluruh modal dari pemegang saham tersebut telah disetor sepenuhnya. Ketiga, pemegang saham yang memberikan pinjaman tidak dalam keadaan merugi.
Keempat, perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan dalam menjalankan usahanya. Hal ini dapat dibuktikan melalui SPT PPh badan Pemohon PK yang mengalami rugi komersial dan fiskal. Selain itu, Pemohon PK juga mengalami kesulitan likuiditas yang terbukti dari adanya pinjaman ke pemegang saham untuk membayar gaji dan biaya operasional lainnya.
Berdasarkan pada uraian di atas, Pemohon PK berpendapat syarat-syarat untuk memperoleh pinjaman tanpa bunga telah dipenuhi.
Oleh karena itu, menurutnya, alasan pengajuan permohonan pembatalan SKPKB yang dilakukan sudah benar. Selain itu, alasan material dapat digunakan untuk mengajukan permohonan pembatalan SKPKB yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP. Dengan demikian, penerbitan SKPKB PPh Pasal 23 oleh Termohon PK tidak tepat.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas pernyataan Pemohon PK. Termohon PK melakukan koreksi atas objek PPh Pasal 23 berupa pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham. Dalam hal ini, Termohon PK telah melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan serta buku besar milik Pemohon PK.
Dalam pemeriksaan tersebut ditemukan terdapat objek PPh Pasal 23 atas bunga yang belum dilaporkan. Selain itu, dalam proses pemeriksaan ini, Pemohon PK juga tidak dapat menunjukkan bukti pendukung, baik terkait dengan pinjaman Termohon PK kepada pemegang saham maupun pinjaman lainnya.
Dengan demikian, Termohon PK berkesimpulan Pemohon PK tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) di PP 94/2010. Oleh karenanya, atas pinjaman Pemohon PK kepada pemegang saham tetap dikenakan bunga dan terutang PPh Pasal 23. Dengan demikian, penerbitan SKPKB yang dilakukan Termohon PK dapat dibenarkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak Put. 69245/PP/M.VB/99/2016 yang menyatakan menolak permohonan gugatan sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan-alasan Pemohon PK terkait dengan gugatan terhadap permohonan pengurangan ketetapan pajak atas SKPKB PPh Pasal 23 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, permohonan PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.
Kedua, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.