RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Biaya Perawatan Mesin dan Pabrik Pengurang Penghasilan Bruto

Hamida Amri Safarina | Senin, 10 Agustus 2020 | 16:58 WIB
Sengketa Biaya Perawatan Mesin dan Pabrik Pengurang Penghasilan Bruto

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai biaya perawatan mesin dan perawatan pabrik sebagai pengurang penghasilan bruto.

Otoritas pajak menilai pembelian spare part dan bahan bangunan yang tercatat dalam biaya perawatan mesin dan perawatan pabrik tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Oleh karena itu, kedua biaya tersebut tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto wajib pajak.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan pembelian spare part dan bahan bangunan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto karena memenuhi kriteria kegiatan yang bertujuan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya terhadap permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan pembelian spare part dan bahan bangunan yang dicatat dalam biaya perawatan mesin dan perawatan pabrik dapat menjadi pengurang penghasilan bruto karena bertujuan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 45983/PP/M.XV/ 15/2013 tertanggal 28 Juni 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 9 Oktober 2013.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi penghasilan neto PPh badan tahun pajak 2009 sebesar Rp2.620.502.301 atas koreksi biaya perawatan mesin dan biaya perawatan pabrik yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Merujuk pada Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU No. 16 Tahun 2009 (UU No. 16/2009) , biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Baca Juga:
WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Dalam perkara ini, pembelian spare part dan bahan bangunan yang tercatat dalam biaya perawatan mesin dan perawatan pabrik tidak dapat dianggap sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Pembelian spare part dan bahan bangunan tersebut tidak berhubungan dengan kegiatan usaha Termohon PK. Dengan demikian, kedua biaya tersebut bukan merupakan pengurang penghasilan bruto.

Sebagai tambahan informasi, dalam proses pemeriksaan dan penelitian keberatan, Termohon PK tidak dapat memberikan seluruh dokumen yang diminta. Adapun dokumen yang tidak diserahkan ialah berupa invoice dan bukti kas keluar sehingga Pemohon tidak dapat meyakini argumentasi Termohon PK. Data berupa invoice dan bukti kas keluar tersebut baru diberikan Termohon pada saat persidangan berlangsung.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Padahal, Pasal 26 A ayat (4) UU No. 16/2009 mengatur pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diuangkapkan dalam proses pemeriksaan tidak dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan dan proses selanjutnya.

Termohon PK tidak setuju dengan dalil-dalil yang disampaikan Pemohon PK. Biaya perawatan mesin dan perawatan pabrik dapat menjadi pengurang penghasilan bruto karena bertujuan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Kegiatan pembelian spare part dan bahan bangunan berguna untuk menunjang kegiatan usaha Termohon.

Selain itu, Termohon PK berdalil seluruh dokumen yang diminta Pemohon PK sudah dipinjamkan kepada Termohon PK sejak proses pemeriksaan. Data berupa invoice dan bukti kas keluar juga sudah tercantum dalam buku besar Termohon PK. Oleh karena itu, koreksi dan argumentasi Pemohon PK tidak beralasan sehingga menurutnya harus ditolak.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding sehingga pajak menjadi lebih bayar sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi penghasilan neto PPh badan tahun pajak 2009 sebesar Rp2.620.502.301 atas koreksi biaya perawatan mesin dan perawatan pabrik tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, dalam perkara a quo, biaya perawatan mesin dan perawatan pabrik dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Hal ini dikarenakan biaya-biaya tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan mendapatkan, memelihara, dan menagih penghasilan. Dengan demikian, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan uraian di atas, permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Minggu, 22 Desember 2024 | 13:00 WIB KPP PRATAMA SINTANG

WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?