JAKARTA, DDTCNews—Sedikitnya 2.000 orang lebih sudah memasukkan formulir pembelian rumah DP Rp0 ke Pemprov DKI Jakarta hingga Minggu (18/11/2018). Jumlah pendaftar yang syaratnya antara lain memiliki NPWP ini diperkirakan terus bertambah hingga penutupan 21 November 2018.
Plt Kadis Perumahan Gedung DKI Jakarta Meli Budiastuti mengatakan animo masyarakat itu memang sudah diperkirakan. Ia juga tak ambil pusing dengan ketersedian unit yang hanya berjumlah 780 unit saja. Pasalnya, Pemprov akan melakukan verifikasi pada 22 November 2018.
“Verifikasi itu nanti kami bersama dengan Dinas Catatan Sipil (Disdukcapil) dan Badan Retribusi Pajak Daerah (BPRD) DKI Jakarta. Kami akan mengecek syarat-syarat kelayakan pembeli,” ujarnya di Jakarta, Minggu (18/11/2018).
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta telah membangun Rumah Rp0 di kawasan Klapa Village, Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Program rumah DP Rp0 ini adalah program kampanye Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno.
Di kawasan tersebut nantinya akan dibangun 780 unit yang terdiri dari dua tipe, yakni 420 unit tipe 21 dengan satu kamar dan 360 unit tipe 36 dengan dua kamar. Harga jual unit tipe 21 dijual Rp184,8 juta-Rp213,4 juta. Sedangkan untuk tipe 36, harganya Rp304,92 juta-Rp310 juta.
Meli menambahkan untuk sistem jual beli rumah Rp0 ke depannya, akan tetap berada dalam kewenangan Pemprov DKI. Jadi, tak hanya untuk membeli rumah, untuk menjualnya pun masyarakat diwajibkan harus ke Pemprov DKI.
Masyarakat yang mempraktikkan atau menjual ke orang lain akan dikenakan sanksi. “Bila nantinya setelah pelunasan, ada yang mau menjual. Maka harus ke Pemprov DKI, tidak bisa ke orang lain,” ungkapnya.
Untuk nilai harga nantinya, Meli mengatakan pembelian Rumah DP Rp0 dari masyarakat ke Pemprov DKI Jakarta aan ditentukan melalui appraisal. Artinya, pembeli tidak bisa sepenuhnya menentukan taksiran harga berdasarkan kemauannya.
Nilai harga akan ditentukan Nilai Jual Objek Bangunan (NJOB) dan Nilai Jual Objek Tanah (NJOT) saat dijual. “Ya itu keuntungannya, jika nilai objek tersebut naik, maka otomatis naik juga harganya. Nanti setelah dibeli, akan kami jual lagi ke warga yang belum punya rumah,” katanya.
Meli beralasan Pemprov DKI Jakarta sengaja memonopoli sistem DP Rp0 karena tujuan pembangunannya memang hanya untuk digunakan masyarakat menengah ke bawah ber-KTP Jakarta yang memiliki penghasilan maksimal Rp7 juta.
Karena itu, lanjutnya, rumah DP Rp0 ini tidak sama seperti program 1.000 tower milik pemerintah pusat. Di sana DKI tidak bisa melakukan pengawasan. Hal ini jadi masalah, karena pembelinya melakukan investasi dengan membeli banyak unit untuk disewakan atau dijual lagi.
“Apa yang kami alami dalam program 1.000 tower itu menjadi pelajaran bagi kami. Kami tidak ingin hal seperti itu terjadi pada program pembangunan rumah DP Rp0,” katanya seperti dilansir metro.sindonews.com. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.