Partner Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji dalam Webinar bertajuk 'Arah dan Aspek Reformasi PPN di Indonesia', Selasa (4/8/2020).
JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah dinilai perlu untuk meninjau ulang regulasi pajak pertambahan nilai (PPN) seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19.
Partner Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan peran dan tantangan pemungutan PPN saat ini menjadi semakin penting di tengah perubahan ekonomi yang mengarah ke era digital.
"Topik PPN menjadi relevan untuk dibahas saat ini karena terus meningkatnya kontribusi PPN kepada total penerimaan pajak," katanya dalam acara webinar bertajuk 'Arah dan Aspek Reformasi PPN di Indonesia', Selasa (4/8/2020).
Bukan tanpa sebab, PPN perlu ditinjau ulang. Menurut Bawono, tantangan Indonesia dalam menjamin penerimaan optimal makin berat. Misal, adanya dampak ekonomi dari Covid-19 dan perubahan model bisnis dari konvensional menjadi digital.
Di sisi lain, pungutan PPN merupakan salah satu pos penerimaan yang relatif stabil meski perekonomian tengah menghadapi tekanan. Adapun kontribusi PPN saat ini terhadap total penerimaan pajak mencapai sekitar 40%.
"Jadi saat terjadi krisis seperti saat ini maka perlu melihat pos penerimaan mana saja yang bisa diandalkan, kemudian untuk pulih dari krisis juga ada baiknya pemerintah meninjau kembali UU PPN," papar Bawono.
Selain itu, Bawono menilai penataan regulasi juga diperlukan untuk mengikis tax gap dari pungutan PPN. Dengan kata lain, penerimaan PPN saat ini masih memiliki ruang untuk terus ditingkatkan.
Oleh karena itu, perubahan dan peninjauan regulasi PPN menjadi suatu keniscayaan untuk dilakukan. Selain menjawab tantangan ekonomi saat ini, penataan regulasi PPN juga untuk kepentingan dalam rangka mengoptimalisasi pendapatan negara.
“Aspek lain yang tidak kalah penting ialah bagaimana sistem PPN dapat memberikan kepastian hukum sehingga tidak menimbulkan sengketa. Jadi penting menata kembali aspek kebijakan dan administrasi dari PPN,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Bawono, desain sistem PPN yang selaras dengan perkembangan model bisnis dan digitalisasi juga penting dalam rangka prinsip netralitas. Adapun pemerintah saat ini sudah menerbitkan peraturan terkait dengan pemungutan PPN produk digital yang diatur dalam PMK 48/2020.
Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Priandhita Sukowidyanti Asmoro mengatakan ruang penataan regulasi PPN sebenarnya sudah tercermin dalam Penjelasan Umum UU No.42/2009 tentang tujuan perubahan UU PPN. Salah satunya tentang mengurangi distorsi dalam kegiatan ekonomi.
“Jadi perlu dilakukan reformasi untuk tingkatkan kepastian hukum dan adanya pergeseran proses bisnis, misalnya dikotomi usaha konvensional dan digital yang menimbulkan ketidakpastian hukum," katanya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
PMK 48/2020 ini apakah juga berlaku untuk industri hotel & travel terutama jika provider diluar negeri, misalkan airline asal Singapura yang beroperasi di Indonesia, tentu saja sistem server nya berada di Singapura, termasuk asal airline nya, atau juga pemesanan hotel diluar negeri, karena hotel berada diluar negeri dan menjual kamar melalui elektronik kepada warganet, bagaimana perlakuan pajak untuk ini? serta bagaimana pengawasannya?
Langkah-langkah reformasi penerapan PPN bisa mulai dipertimbangkan, terlebih PPN dianggap sebagai penyumbang penerimaan negara yang lebih stabil di saat krisis seperti sekarang ini. Reformasi bisa mempertimbangkan aspek administrasi pajak dan kebijakan pajak PPN. Mulai berlakunya PPN PMSE saya rasa memberikan sinyal positif perbaikan kebijakan dan penerapan PPN di Indonesia.