JAKARTA, DDTCNews – OECD mengusulkan pemerintah Indonesia untuk mereformasi sistem PPN dan PPh guna meningkatkan tax ratio. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (29/11/2024).
Dalam dokumen OECD Economic Survey of Indonesia 2024, OECD menyatakan tax ratio Indonesia tergolong sangat rendah bahkan bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.
"Ketimbang negara-negara lainnya, sebagian besar penerimaan pajak Indonesia berasal dari PPh badan, PPN, serta pajak barang dan jasa lainnya. Namun, rasio PPh badan dan PPN Indonesia masih sangat rendah," tulis OECD.
Untuk meningkatkan tax ratio, Indonesia perlu menurunkan threshold pengusaha kena pajak (PKP) yang saat ini senilai Rp4,8 miliar atau US$300.000. Menurut OECD, threshold tersebut lebih tinggi ketimbang negara lainnya seperti di Thailand di Filipina, yang sekitar US$50.000.
Tak hanya itu, OECD juga mendorong Indonesia untuk mengurangi fasilitas PPN. Lembaga yang bermarkas di Paris, Prancis ini meyakini penurunan threshold PKP dan pengurangan jumlah sektor yang tidak dikenai PPN akan meningkatkan penerimaan PPN.
Terkait dengan PPh orang pribadi, OECD menilai penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Indonesia terlalu tinggi, yakni Rp54 juta atau 65% dari PDB per kapita. Akibatnya, hanya sekitar 10% populasi Indonesia yang wajib membayar PPh orang pribadi.
Oleh karena itu, Indonesia juga perlu menurunkan PTKP guna memperluas basis pajak PPh orang pribadi. Kemudian, Indonesia juga perlu meningkatkan penerimaan dengan menjaga kepatuhan pajak dan memerangi pengelakan pajak oleh orang pribadi berpenghasilan tinggi.
Mengenai PPh badan, OECD memandang Indonesia perlu mereformasi skema PPh final UMKM sekaligus insentif PPh yang selama ini berlaku. Menurut OECD, insentif yang berlaku di Indonesia perlu disesuaikan dengan ketentuan pajak minimum global.
Selain usulan OECD terkait dengan pajak, ada pula ulasan mengenai wacana perpanjangan insentif PPh final UMKM. Ada juga bahasan mengenai profesi konsultan pajak, peraturan terbaru terkait dengan pembatasan permohonan penyediaan pita cukai, dan lain sebagainya.
Selain pajak, OECD juga mendorong pemerintah Indonesia untuk terus meningkatkan cukai rokok dalam rangka meningkatkan penerimaan dan kualitas kesehatan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga dapat menaikkan tarif pajak bahan bakar sembari menekan subsidi BBM.
Tak hanya itu, OECD mendorong pemerintah untuk mereformasi pajak bumi dan bangunan (PBB). OECD menilai realisasi penerimaannya yang baru 0,3% dari PDB, jauh lebih rendah ketimbang rata-rata realisasi penerimaan PBB di negara-negara Asia Tenggara.
Menurut OECD, rendahnya realisasi penerimaan PBB tersebut disebabkan oleh pengenaan PBB yang hanya dilakukan atas 20% hingga 40% dari nilai jual objek pajak.
Oleh karena itu, pemda di Indonesia perlu mengenakan PBB atas seluruh nilai jual objek pajak dan mulai mengembangkan kadaster terpusat. Kedua langkah ini diyakini akan meningkatkan penerimaan PBB secara signifikan. (DDTCNews/Kontan)
Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan usulan kementeriannya mengenai perpanjangan insentif PPh final UMKM sudah direspons Kementerian Keuangan. Menurutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memiliki kesepahaman yang sama terkait dengan insentif tersebut.
“Pembicaraan di level teknis sudah ada kesepahaman. Tinggal nanti saya tindak lanjuti dengan bu Sri Mulyani,” katanya.
Maman menegaskan perpanjangan insentif PPh final UMKM bertujuan untuk meringankan beban pelaku UMKM di tengah kondisi ekonomi saat ini yang penuh tantangan. (Kontan)
Presiden Prabowo Subianto akan mengumumkan kriteria dan mekanisme penyaluran subsidi energi yang lebih tepat sasaran. Pada prinsipnya, pemberian subsidi energi tetap diberikan, tetapi kriteria penerimanya yang diracik ulang.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan skema pemberian subsidi yang final hingga saat ini belum diputuskan. Menurutnya, kebijakan ini muncul seiring dengan adanya rencana pengalihan subsidi energi ke dalam bantuan langsung tunai (BLT).
"Kami sudah diterima oleh Bapak Presiden, dan saya sebagai ketua tim [telah] membuat alternatif tentang subsidi yang tepat sasaran. Jadi, subsidi itu tidak dicabut. Tetap semuanya ada subsidi," ujar Bahlil. (DDTCNews)
Kuasa dan konsultan pajak berperan penting dalam sistem perpajakan di Indonesia. Untuk itu, diperlukan grand design pengaturan profesi kuasa dan konsultan pajak di Tanah Air.
Dalam seminar nasional bertajuk Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Studi Perbandingan, Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) Darussalam menjabarkan perjalanan ketentuan tentang kuasa wajib pajak silih berganti.
Dalam perkembangan tersebut, kuasa dapat dilakukan oleh ‘konsultan pajak’, ‘bukan konsultan’, ‘karyawan wajib pajak’, dan ‘pihak lain’ yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di eranya masing-masing.
“Kemudian, ketentuan yang silih berganti tersebut membentuk suatu rezim tersendiri tentang kuasa dan konsultan pajak,” ujar Darussalam di Auditorium R. Soeria Atmadja Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Depok. (DDTCNews)
OECD mendorong pemerintah Indonesia segera menerapkan pajak karbon. Terlebih, penerapan pajak karbon sudah diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Merujuk pada OECD Economic Survey of Indonesia 2024, OECD menyebut Indonesia perlu terus mendorong dekarbonisasi untuk menurunkan risiko pemanasan global. OECD pun menawarkan sejumlah strategi mendorong dekarbonisasi, termasuk pengenaan pajak karbon.
"Penerapan pajak karbon yang tepat harus dipercepat," bunyi dokumen tersebut. (DDTCNews/Kontan)
Dirjen Bea dan Cukai merilis pedoman pembatasan permohonan penyediaan pita cukai (P3C) awal. Pedoman itu dituangkan dalam Surat Edaran No. SE-13/BC/2024.
Surat edaran tersebut dirilis untuk memperjelas norma-norma tertentu dalam implementasi PER-9/BC/2024. Norma itu khususnya terkait dengan mekanisme pembatasan jumlah pita cukai yang disediakan pada P3C awal yang diajukan oleh pengusaha pabrik.
“Surat edaran ini mempunyai: ... tujuan untuk memberikan pedoman dalam rangkaian mekanisme penetapan pengusaha pabrik ke dalam Daftar Pengusaha Pabrik yang akan Dilakukan Pembatasan P3C HT Awal atau P3C MMEA Awal (Daftar Pembatasan P3C),” bunyi maksud dan tujuan surat edaran itu. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.