Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sebanyak 151 hasil analisis dugaan tindak pidana pencucian uang telah diselesaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan selama kuartal I/2022. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (6/5/2022).
Mengutip dari Buletin Statistik APUPPT vol 145 - Edisi Maret 2022, hasil analisis yang diselesaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tersebut mengalami penurunan 11% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
"PPATK telah menyampaikan hasil analisis kepada penyidik sebanyak 151 hasil analisis dengan 60 hasil analisis proaktif dan 91 hasil analisis inquiry," sebut PPATK dalam ringkasan buletin statistik tersebut.
Hasil analisis proaktif merupakan hasil adalah hasil analisis yang merupakan inisiatif dari PPATK. Sementara itu, hasil analisis inquiry merupakan hasil analisis yang disusun guna menindaklanjuti permohonan analisis oleh penegak hukum.
Sebanyak 91 hasil analisis inquiry yang telah diselesaikan oleh PPATK berdasarkan pada 91 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM). Adapun 60 hasil hasil analisis proaktif yang diselesaikan PPATK berdasarkan pada 9 LTKM yang telah diterima sebelumnya. Berikut ulasan berita pajak hari ini selengkapnya:
Aspakrindo Dukung Pajak Aset Kripto
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan asosiasi mendukung pemerintah dalam memungut pajak kripto.
"Aspakrindo mengapresiasi hadirnya DJP dalam ekosistem aset kripto di Indonesia. Ini menjadi legitimasi bagi aset kripto menjadi bagian dalam kelas aset baru di Indonesia," katanya dalam keterangan resmi.
Teguh juga menilai DJP sangat koperatif dengan masukan dari asosiasi dan sejumlah pedagang aset kripto. Namun, PMK 68/2022 masih memiliki paradigma regulasi stock market, padahal terdapat perbedaan fundamental dengan transaksi crypto market. (kontan.co.id)
PPh Final UMKM Dapat Dilunasi dengan Dua Cara
Pajak penghasilan (PPh) final UMKM terutang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018 dapat dilunasi dengan dua cara, yaitu disetor sendiri oleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu atau dipotong pemotong pajak.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) PP 23/2018, pelunasan PPh terutang dengan cara dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak dalam hal wajib pajak bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut Pajak.
“Penyetoran sendiri pajak penghasilan terutang wajib dilakukan setiap bulan,” bunyi Pasal 8 ayat (2) PP 23/2018.
Pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan terutang wajib dilakukan pemotong atau pemungut pajak untuk setiap transaksi dengan wajib pajak yang dikenai pajak penghasilan yang bersifat final berdasarkan PP 23/2018. (DDTCNews)
Dukung Pembangunan IKN, Pemerintah Bisa Tawarkan Tax Holiday
Pemerintah dan Otorita IKN memiliki kewenangan untuk memberikan insentif pajak untuk mendukung pembangunan hingga penyelenggaraan pemerintahan di IKN serta pengembangan kawasan di IKN dan daerah mitra.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17/2022, fasilitas perpajakan yang bisa diberikan pemerintah antara lain seperti pengurangan pajak penghasilan bagi wajib pajak yang melakukan penanaman modal baru pada industri pionir atau tax holiday.
"Fasilitas perpajakan yang diberikan oleh pemerintah pusat berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi pasal penjelas dari Pasal 188 PP 17/2022. (DDTCNews)
PKP Diperbolehkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Kertas
Faktur pajak yang dibuat pengusaha kena pajak (PKP) atas penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) wajib berbentuk elektronik. Namun, dalam keadaan tertentu, faktur pajak bisa berbentuk kertas (hardcopy).
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-03/PJ/2022. Dalam Pasal 36 ayat (1) PER-03/PJ/2022, PKP diperkenankan membuat faktur pajak berbentuk kertas jika terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tidak dapat membuat e-faktur.
“Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu keadaan yang disebabkan peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak,” bunyi Pasal 36 ayat (2). (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.