PP 55/2022

PP 23/2018 Dicabut, Cara Pelunasan PPh Final UMKM Terutang Tak Berubah

Redaksi DDTCNews | Rabu, 18 Januari 2023 | 14:55 WIB
PP 23/2018 Dicabut, Cara Pelunasan PPh Final UMKM Terutang Tak Berubah

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Melalui PP 55/2022, pemerintah tidak mengubah ketentuan pelunasan pajak penghasilan (PPh) final terutang dari wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu (UMKM).

PP 55/2022 memuat ketentuan yang sama seperti pengaturan dalam PP 23/2018. Seperti diketahui, PP 23/2018 resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Simak pula ‘PP 23/2018 Dicabut, WP Badan Ini Tidak Pakai Pajak Final PP 55/2022’.

Sesuai dengan Pasal 62 ayat (1) PP 55/2022, PPh terutang dilunasi dengan 2 cara. Pertama, disetor sendiri oleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Kedua, dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut PPh.

Baca Juga:
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

“[Pelunasan dengan cara dipotong atau dipungut berlaku] jika wajib pajak bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak,” bunyi penggalan Pasal 62 ayat (1) PP 55/2022, dikutip pada Rabu (18/1/2023).

Adapun untuk pelunasan PPh terutang dengan cara penyetoran sendiri wajib dilakukan setiap bulan.

Sementara itu, pemotongan atau pemungutan PPh terutang wajib dilakukan oleh pemotong atau pemungut untuk setiap transaksi dengan wajib pajak yang dikenai PPh bersifat final berdasarkan pada PP 55/2022.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran … dan tata cara pemotongan atau pemungutan … diatur dalam peraturan menteri,” bunyi penggalan Pasal 62 ayat (4) PP 55/2022.

Bagian Penjelasan Pasal 62 memuat contoh situasi terkait dengan pelunasan PPh terutang, sebagai berikut:

Koperasi A memiliki usaha toko elektronik dan memenuhi ketentuan untuk dapat dikenakan PPh final berdasarkan ketentuan PP 55/2022. Pada September 2023, Koperasi A memperoleh penghasilan dari usaha penjualan alat elektronik dengan peredaran bruto sebesar Rp80 juta.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Dari jumlah tersebut, penjualan dengan peredaran bruto sebesar Rp60 juga dilakukan pada 17 September 2023 kepada Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yang merupakan pemotong atau pemungut pajak.

Sisanya, yakni senilai Rp20 juta diperoleh dari penjualan kepada pembeli orang pribadi yang langsung datang ke toko. Koperasi A memiliki surat keterangan wajib pajak dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan pada ketentuan PP 55/2022.

Dari contoh tersebut, PPh final yang terutang untuk September 2023 dihitung sebagai berikut:

Baca Juga:
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan
  • PPh final yang dipotong oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta
    0,5% x Rp60 juta = Rp300.000; dan
  • PPh final yang disetor sendiri
    0,5% x Rp20 juta = Rp100.000.

Sebagai informasi kembali, dalam PP 55/2022, terdapat perbedaan penghitungan PPh final terutang antara wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu (UMKM). Simak ‘PP 23/2018 Dicabut, Begini Cara Hitung Pajak Final UMKM yang Terutang’.

Perbedaan penghitungan muncul karena kebijakan omzet hingga Rp500 juta yang tidak dikenai PPh. Kebijakan ini, sesuai dengan UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu (tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak). (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?