Salah satu slide yang dipaparkan oleh Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional III DJP Khodori Eko Purwanto.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan menteri keuangan (PMK) terbaru perihal transfer pricing bakal memerinci secara khusus tentang ketentuan pengawasan dan pemeriksaan dalam penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Dalam RPMK tentang implementasi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) yang disusun oleh Ditjen Pajak (DJP) tersebut, kewenangan otoritas pajak dalam melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan akan diperinci dalam bab VI.
"Bab IV ini ada pengaturan baru tentang pengawasan dan pemeriksaan. Di sini ada aspek primary adjustment, secondary adjustment, dan corresponding adjustment," kata Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional II DJP Whisnu Wardhana, Senin (10/7/2023).
Penyesuaian primer atau primary adjustment, penyesuaian sekunder atau secondary adjustment, dan penyesuaian keterkaitan atau corresponding adjustment didefinisikan secara baku pada Pasal 1 RPMK PKKU guna memberikan pemahaman yang sama antara wajib pajak dan fiskus.
"Istilah ini kami bakukan menggunakan bahasa Indonesia. Mudah-mudahan ini memberikan kesepahaman," tutur Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional III DJP Khodori Eko Purwanto.
Penyesuaian primer adalah penyesuaian yang dilakukan ketika terdapat perbedaan antara harga yang ditetapkan oleh wajib pajak dan hasil pengujian oleh DJP. Penyesuaian sekunder dan penyesuaian keterkaitan baru bisa timbul setelah terjadinya penyesuaian primer.
"Ini akan mendudukkan misalnya kalau wajib pajak mengajukan advance pricing agreement (APA). Itu ranahnya masih di voluntary compliance sehingga tidak ada penyesuaian primernya," ujar Khodori.
Pengaturan tersebut diharapkan dapat mengurangi potensi terjadinya sengketa serta memberikan kejelasan mengenai waktu timbulnya penyesuaian sekunder dan penyesuaian keterkaitan.
Untuk diketahui, pengaturan mengenai primary adjustment, secondary adjustment, dan corresponding adjustment saat ini hanya termuat dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-50/PJ/2013.
Berdasarkan surat edaran tersebut, primary adjustment adalah selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dan harga atau laba wajar. Primary adjustment yang dilakukan oleh pemeriksa dapat mengakibatkan secondary adjustment.
Adapun yang dimaksud dengan secondary adjustment adalah koreksi lanjutan yang dapat terjadi akibat adanya primary adjustment.
"Misalnya pemeriksa pajak melakukan koreksi positif atas suatu transaksi afiliasi wajib pajak. Akibat koreksi tersebut, terdapat kelebihan pembayaran ke pihak afiliasi. Atas kelebihan pembayaran tersebut, pemeriksa pajak dapat melakukan koreksi sekunder berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku," bunyi SE-50/PJ/2013.
Atas primary adjustment dan secondary adjustment dapat dilakukan corresponding adjustment sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.