BELANDA

Perusahaan Media Ini Diduga Hindari Pajak Hingga Rp57 Triliun

Muhamad Wildan | Kamis, 03 Juni 2021 | 10:00 WIB
Perusahaan Media Ini Diduga Hindari Pajak Hingga Rp57 Triliun

Ilustrasi.

AMSTERDAM, DDTCNews – Perusahaan multinasional asal Amerika Serikat (AS), ViacomCBS ditengarai melakukan penghindaran pajak hingga US$4 miliar atau kurang lebih senilai Rp57,1 triliun sejak 2002.

Menurut riset yang dipublikasikan Centre for Research on Multinational Corporations (SOMO), ViacomCBS diduga melakukan penghindaran pajak atas pajak yang seharusnya terutang di Amerika Serikat (AS) tersebut melalui Belanda.

"Riset menunjukkan perusahaan multinasional seperti ViacomCBS telah mengubah struktur pajak internasionalnya guna menghindari pembayaran pajak," kata periset dari SOMO Maarten Hietland, dikutip pada Kamis (3/6/2021).

Baca Juga:
Bukan 60%, Trump Siapkan Bea Masuk 10% Atas Barang Impor China

Berdasarkan kajian SOMO, ViacomCBS telah memberikan hak siarnya kepada pihak ketiga di luar pasar Amerika Utara melalui Belanda. Dari usahanya itu, ViacomCBS di Belanda tercatat memiliki pendapatan hingga US$32,5 miliar terhitung sejak 2002 hingga 2019.

ViacomCBS tercatat menghindari pengenaan pajak korporasi AS dengan cara menempatkan lisensi hak kekayaan intelektualnya di negara-negara dengan tarif pajak rendah atau negara yang sama sekali tidak mengenakan pajak.

Tak hanya AS, Inggris juga kehilangan potensi penerimaan pajak akibat praktik penghindaran ini. SOMO mencatat total pajak yang tidak dibayar oleh Viacom mencapai US$365 juta, sedangkan yang tidak dibayar CBS mencapai US$855 juta.

Baca Juga:
Bakal Pungut Bea Masuk, Trump segera Bentuk External Revenue Service

ViacomCBS merupakan konglomerasi media yang memiliki banyak channel TV yang populer secara global seperti Nickelodeon dan MTV. ViacomCBS juga induk dari rumah produksi film yang merilis film-film terkenal seperti Titanic, Transformers, Iron Man, hingga Kung Fu Panda.

Sepanjang tahun 2002 hingga 2019, ViacomCBS sempat melakukan pemisahan unit usaha pada 2005 dan akhirnya kembali bergabung melalui merger pada Desember 2019. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 14:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Hadiri Acara WEF, Trump Tawarkan Tarif Pajak 15 Persen untuk Investor

BERITA PILIHAN
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:10 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Dibuka! Batch Terbaru Pelatihan Intensif Transfer Pricing DDTC Academy

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 15:30 WIB PROFIL PERPAJAKAN KONGO

Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif

Jumat, 24 Januari 2025 | 14:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Hadiri Acara WEF, Trump Tawarkan Tarif Pajak 15 Persen untuk Investor