LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK

Perlunya Kartu Pengenal untuk Wajib Pajak Patuh

Redaksi DDTCNews | Selasa, 23 Januari 2018 | 16:54 WIB
Perlunya Kartu Pengenal untuk Wajib Pajak Patuh
Natasya Kiriwangko, Universitas Kristen Petra - Surabaya

MENURUT Thomas Hobbes, keadaan alamiah didorong oleh sifat asli manusia sebagai mahkluk yang cenderung egois. Kompetisi, ketidakpercayaan pada pihak lain dan kebesaran diri kemudian yang menjadi hal utama bagi mereka.

Inilah yang membuat keadaan alami manusia menjadi semacam perang antar manusia dan mengutamakan keselamatan diri sendiri dengan jalan memperbesar kekuasaan yang dimilikinya. Oleh karena itu, muncullah kesadaran masyarakat untuk dapat mewujudkan sebuah keberlangsungan hidup yang teratur dan damai.

Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu adanya sebuah lembaga yang mengatur tatanan kehidupan yang jamak disebut sebagai negara. Kontrak sosial akan melahirkan sebuah negara dan pajak adalah cerminan dari kontrak sosial ini.

Negara mempunyai kekuasaan absolut dan rakyat memberikan hak itu sepenuhnya kepada otoritas negara. Dengan kata lain, rakyat tidak puya posisi tawar untuk menentukan pajak bahkan menolaknya.

Jadi jika ada warga negara yang tidak membayar pajak maka dapat dipastikan akan dikenai sanksi. Namun, pajak juga punya sisi lain yangmemberikan manfaat untuk rakyat.

Dengan adanya pajak, nantinya ini akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan sumber utama pemerintah untuk membayar pegawai sipil, polisi, tentara, dan sebagainya.

Dengan begitu akan terjadi tatanan masyarakat yang teratur dan sejahtera. Ini menunjukkan adanya peran dari pemerintah, tetapi sumber pertikaian antar manusia dan sifat kodrat manusia sudah mulai terlihat kembali, yaitu kompetisi,dan ketidakpercayan pada pihak lain yang mengakibatkan adanya ketidakpatuhan masyarakat, serta keegoisan.

Bicara tujuan administratif pajak yaitu untuk mendapatkan voluntary compliance atau rasa percaya masyarakat terhadap sistem perpajakan, tetapi kepatuhan pajak telah menjadi persoalan di banyak negara, tidak hanya Indonesia.

TRANSPARANSI DAN KONTRAPRESTASI

SALAH satu keluhan wajib pajak adalah tidak adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pertanggungjawaban pengelolaan penerimaan pajak. Namun demikian, keluhan wajib pajak tidak sebatas pada aspek transparansi melainkan juga pada kontraprestasi atau imbalan yang belum mereka rasakan dari pembayaran pajak tersebut.

Selain itu, persoalan bahwa pajak adalah beban yang telah mengurangi kemampuan ekonomis sehingga perlu di minimalkan, atau penegakkan hukum yang masih rendah. Sehingga membuat wajib pajak cenderung melakukan spekulasi untuk menguji apakah ketidakpatuhan mereka dapat diidentifikasi oleh petugas pajak.

Kata transparansi dan kontraprestasi dalam perpajakan mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Transparansi berkaitan dengan keterbukaan dalam pengelolaan penerimaan negara dari perpajakan, sedangkan kontraprestasi berkaitan dengan imbalan atas pembayaran pajak.

Kedua hal ini penting, karena dengan terpenuhinya transparansi dan kontrapetasi maka diharapkan sumber pertikaian manusia yaitu ketidakpatuhan akan menurun.

Tetapi yang menjadi dilema masyarakat akan transparansi dan kontrapretasi ialah realita yang saat ini dengan begitu banyaknya kasus korupsi.Dengan kata lain, masyarakat melihat semakin banyak uang rakyat yang digunakan untuk kepentingan-kepentingan pribadi.

Hal yang tercermin dari Indeks Persepsi Korupsi yang menunjukkan tingkat korupsi di 176 negara. Meski perolehan skor Indonesia naik, tetapi rankingnya turun ke peringkat 90. Rilis dari lembaga yang bermarkas di Jerman itu dari sisi skor Indonesia,ada kenaikan satu poin tetapi dari sisi rating terjadi penurunan sebanyak dua tingkat.

Pemerintah tidak berpangku tangan, untuk membuktikan adanya semangat transparasi pemerintah turut serta dalam Gerakan Open Goverment Partnership (OGP) pada 28 September 2011. Kelak setiap tahunnya pada 28 September diperingati sebagai hari informasi yang disebut juga Right to know day atau Hari Hak untuk Tahu.

Beragam cara dilakukan namun masih banyak terjadi ketidakpatuhan. Dengan begitu, penulis menyarankan bagaimana kalau pemerintah memberikan KTP Patuh Pajak (Kartu Tanda Pengenal Patuh Pajak).

Kartu ini berfungsi sebagai timbal balik yang secara langsung dari negara dan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat akan transparansi. Kartu ini nantinya akan terlampir biodata dari WP yang patuh pajak dan janji pemerintah bahwa jika WP membayar pajak maka pemerintah akan memberikan fasilitas seumur hidup untuk WP.

Seperti halnya pemberian label/cap/tanda kepada pelaku kejahatan sosial. Jika seseorang diberi label sebagai penjahat oleh masyarakat, maka kemungkinan untuk tidak mengulangi kejahatannya sangat kecil karena pelaku berpikir bahwa percuma berubah, jika masyarakat akan terus mencapnya sebagai pencuri.

Pada sistem pemberian KTP Patuh Pajak ini, tentu akan menjadi sebuah bukti bahwa inilah fasilitas khusus yang akan disediakan bagi para WP. Bukan hanya sekedar fasilitas, tapi juga akan mendorong minat dari WP lainnya untuk patuh.

Hal ini juga akan menciptakan adanya kepercayaan masyarakat kepada fiskus, jadi untuk mendapatkannya, masyarakat harus bersikap jujur dalam menyampaikan maupun melaporkan pajak terutangnya.

Jika WP kedapatan melakukan manipulasi ataupun telat melakukan pembayaran, fasilitas yang diberikan juga akan secara otomatis terhenti. Melalui ini terlihat sikap adil antara fiskus dan WP sendiri, dengan membayar pajak maka WP akan diberi fasilitas.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 08 November 2024 | 14:00 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Cerita Analis DJP, Juara II Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2024

Jumat, 01 November 2024 | 13:49 WIB HUT KE-17 DDTC

Temu Kontributor Buku DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Rabu, 30 Oktober 2024 | 15:45 WIB ARTICLE WRITING FAIR - KOSTAF FIA UI

Optimalisasi Penerimaan Pajak Era Digital, Menilik Peluang Taxologist

Selasa, 29 Oktober 2024 | 16:25 WIB ARTICLE WRITING FAIR - KOSTAF FIA UI

Jangkau Gen Z: Strategi Komunikasi DJP untuk Gapai Kepercayaan Publik

BERITA PILIHAN