Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengatur ulang ketentuan pengenaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penjualan/penyerahan emas dan jasa yang terkait. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (2/5/2023).
Hal tersebut termuat dalam PMK 48/2023 yang mulai berlaku pada Senin (1/5/2023). Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan pengaturan ulang ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, kesederhanaan, serta penurunan tarif.
“Penurunan tarif dimaksudkan sebagai alat untuk mendorong semua pelaku usaha industri emas perhiasan masuk dalam sistem sehingga tercipta level playing field di semua lapisan ekosistem industri emas perhiasan,” kata Dwi.
Selain mengenai pajak emas, ada pula bahasan mengenai pemeriksaan yang bisa dilakukan jika wajib pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
Pengusaha kena pajak (PKP) pabrikan emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1% dari harga jual (untuk penyerahan kepada pabrikan emas perhiasan lainnya dan pedagang emas perhiasan) atau 1,65% dari harga jual (untuk penyerahan kepada konsumen akhir).
PKP pedagang emas perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1% dari harga jual (jika PKP memiliki faktur pajak/dokumen tertentu lengkap atas perolehan/impor emas perhiasan) atau 1,65% dari harga jual (jika tidak memiliki faktur pajak/dokumen tertentu lengkap).
Khusus penyerahan oleh PKP pedagang emas perhiasan kepada pabrikan emas perhiasan, besaran tertentu ditetapkan sebesar 0% dari harga jual.
Tarif tersebut turun jika dibandingkan pengaturan sebelumnya dalam PMK 30/2014. Sebelumnya, penyerahan emas perhiasan oleh PKP pabrikan dan PKP pedagang emas perhiasan terutang PPN sebesar 10% dikali dasar pengenaan pajak (DPP) berupa nilai lain sebesar 20% dari harga jual atau penggantian (tarif efektifnya 2% dari harga jual atau penggantian).
Selain itu, pabrikan dan pedagang emas perhiasan juga wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga jual, kecuali penjualan emas perhiasan kepada konsumen akhir, wajib pajak (WP) yang dikenai PPh final PP 55/2022 (eks PP 23/2018), atau WP yang memiliki surat keterangan bebas (SKB).
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan. (DDTCNews)
Sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara tidak dikenai PPN. Sementara emas batangan selain untuk kepentingan cadangan devisa negara diberikan fasilitas PPN tidak dipungut dalam hal memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam PP 49/2022.
Namun, pengusaha emas batangan wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga jual, kecuali penjualan emas batangan kepada konsumen akhir, WP yang dikenai PPh final PP 55/2022 (eks PP 23/2018), WP yang memiliki SKB pemungutan PPh, Bank Indonesia, atau penjualan melalui pasar fisik emas digital sesuai ketentuan mengenai perdagangan berjangka komoditi. PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan.
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan tarif PPh Pasal 22 ini terhitung turun jika dibandingkan pengaturan sebelumnya dalam PMK 34/2017. Sebelumnya, atas penjualan emas batangan dipungut PPh Pasal 22 sebesar 0,45% dari harga jual. (DDTCNews)
Sesuai dengan PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021, wajib pajak tidak menyampaikan SPT dan terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko menjadi salah satu kriteria untuk masuknya pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
“Pemeriksaan … , dilakukan dalam hal memenuhi kriteria … wajib pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko,” penggalan Pasal 4 ayat (1) huruf h PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021.
Berdasarkan pada Pasal 4 ayat (2) PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021, ketentuan mengenai analisis risiko dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Merujuk pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ/2018, analisis risiko merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai tingkat ketidakpatuhan wajib pajak yang berisiko menimbulkan hilangnya potensi penerimaan pajak. (DDTCNews)
Hari ini, Selasa (2/5/2023) merupakan batas waktu penyetoran pajak pertambahan nilai (PPN) dan pelaporan SPT Masa PPN Maret 2023.
Seperti diketahui, akhir April (30/4/2023) merupakan hari libur (Minggu). Kemudian, sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menag, Menaker, Menteri PANRB Nomor 327 Tahun 2023, Nomor 1 Tahun 2023, dan Nomor 1 Tahun 2023, Senin (1/5/2023) merupakan hari libur nasional.
“Untuk SPT Masa PPN Maret 2023, paling lama disampaikan akhir April. Karena 30 April jatuh di hari Minggu dan 1 Mei adalah tanggal merah maka batas akhirnya adalah 2 Mei 2023,” tulis Kring Pajak melalui Twitter. (DDTCNews)
Kegiatan penegakan hukum di bidang perpajakan dilakukan secara bertahap. Sesuai dengan informasi yang disampaikan dalam laman resmi Ditjen Pajak (DJP), penegakan hukum di bidang perpajakan dimulai dari upaya imbauan, penagihan baik pasif dan aktif, pemeriksaan, hingga tahap penyidikan.
Berdasarkan pada Penjelasan Pasal 38 UU KUP, pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan, dikenai sanksi administratif dengan menerbitkan surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak.
Sementara itu, pelanggaran yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan dikenai sanksi pidana. DJP mengatakan ketentuan tersebut menegaskan penegakan hukum di bidang perpajakan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu penegakan hukum administratif dan penegakan hukum pidana. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.