Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memperkirakan penerimaan kepabeanan dan cukai hanya akan senilai Rp300,1 triliun atau setara dengan 99% dari target Rp303,2 triliun. Alhasil, realisasi setoran bea dan cukai pada tahun ini bakal turun 5,6%.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan selisih kurang antara realisasi dan target atau shortfall utamanya disebabkan kontraksi penerimaan cukai. Untuk target setoran bea masuk dan bea keluar, DJBC memperkirakan bisa tercapai.
"Bea masuk insyaallah masih tetap tercapai. Bea keluar juga mungkin bisa tercapai. Cukai saja yang sedikit kurang," katanya, dikutip pada Kamis (13/7/2023).
Penerimaan cukai 2023 diperkirakan mencapai Rp227,2 triliun atau 92,6% dari target Rp245,4 triliun. Untuk realisasi penerimaan bea masuk diprediksi Rp53,1 triliun atau 111,7% dari target Rp47,5 triliun dan bea keluar sejumlah Rp19,8 triliun atau 193,9% dari target Rp10,2 triliun.
Merujuk pada Laporan Realisasi APBN Semester I/2023 dan Prognosis Semester II/2023, pemerintah menyatakan akan berupaya mengoptimalkan penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester kedua tahun ini.
Beberapa langkah yang dilakukan di antaranya peningkatan pengawasan terhadap peredaran barang kena cukai (BKC) ilegal.
Pemerintah juga berupaya menyelesaikan peta jalan cukai agar terdapat kepastian dalam kebijakan fiskal cukai hasil tembakau, dengan mempertimbangkan aspek pengendalian konsumsi, rokok ilegal, penerimaan negara, dan kesejahteraan pekerja/petani tembakau dalam jangka menengah.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester I/2023 hanya Rp135,4 triliun, turun 18,8%. Untuk cukai, realisasi penerimaannya Rp105,9 triliun, atau 43,1% dari target. Angka tersebut mengalami kontraksi 12,2%.
Kontraksi penerimaan cukai dipengaruhi penurunan produksi hasil tembakau, terutama sigaret kretek mesin (SKM) golongan 1 dan sigaret putih mesin (SPM) golongan 1, serta tingginya basis penerimaan pada tahun lalu.
Terkait dengan bea keluar, realisasi penerimaannya mencapai Rp5,3 triliun atau setara dengan 52,1% dari target. Kinerja penerimaan tersebut mengalami kontraksi 77%.
Kontraksi penerimaan bea keluar disebabkan penurunan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) ke level US$879,6 per metrik ton.
Selain itu, kontraksi bea keluar juga diakibatkan turunnya volume ekspor tembaga dan bauksit serta menurunnya tarif bea keluar produk mineral karena hilirisasi.
Untuk bea masuk, realisasi penerimaannya mencapai Rp24,2 triliun atau 50,9% dari target. Kinerja penerimaan ini masih mampu tumbuh 4,6%. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.