UJI MATERIIL

Pemohon Uji Materiil: Pajak 40-75% Bisa Bikin Industri Spa Bangkrut

Muhamad Wildan | Selasa, 05 Maret 2024 | 14:30 WIB
Pemohon Uji Materiil: Pajak 40-75% Bisa Bikin Industri Spa Bangkrut

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi. (foto: Antara)

JAKARTA, DDTCNews - Pelaku usaha yang mengajukan uji materiil atas UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menilai pengenaan pajak sebesar 40-75% atas spa menimbulkan kerugian ekonomi.

Kuasa hukum pemohon Mohammad Ahmadi mengatakan kerugian ekonomi timbul lantaran jasa spa dikategorikan sama dengan hiburan malam, kelab malam, bar, dan diskotek sehingga dikenai tarif pajak lebih tinggi ketimbang hiburan pada umumnya.

"Kerugian ekonomis berupa pengenaan pajak yang tinggi sebesar 40-75% [membuka] potensi bangkrutnya usaha spa sebagai akibat pengenaan pajak yang tinggi tersebut," katanya dalam sidang perbaikan permohonan, dikutip pada Selasa (5/3/2024).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Kebangkrutan usaha spa akibat beban pajak yang tinggi tersebut berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi para pekerja sektor jasa spa.

Para pemohon berpandangan spa sesungguhnya merupakan jasa pelayanan kesehatan tradisional dan tidak dapat dimasukkan dalam kategori yang sama dengan jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar.

Mengingat beban pajak yang tinggi akibat kategorisasi spa sebagai jasa hiburan khusus tersebut, lanjut pemohon, minat masyarakat untuk melakukan perawatan tubuh dengan menggunakan jasa spa berpotensi menurun.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Selain itu, pemohon berargumen pelaku usaha spa juga berisiko dibebani pajak berganda, yaitu PBJT oleh pemerintah daerah dan PPN oleh pemerintah pusat.

"Pencantuman kelompok usaha mandi uap/spa termasuk dalam kelompok jasa seni dan hiburan dengan pengenaan tarif PBJT yang dikhususkan sebesar 40-75%...merupakan bentuk perlakuan yang diskriminatif yang tidak menjunjung prinsip keadilan dan persamaan di muka hukum," jelas kuasa hukum Muhammad Hidayat Permana.

Para pemohon pun meminta MK untuk menyatakan frasa 'dan mandi uap/spa' dalam Pasal 55 ayat (1) huruf l dan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Apabila Majelis Hakim MK Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," kata Ahmadi membacakan petitum yang dimohonkan oleh para pemohon. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra