Kepala Departemen Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar dalam diskusi Reformasi Institusional Perpajakan dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang digelar oleh Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) di Kampus FIA UI, Depok.
JAKARTA, DDTCNews - Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang terpisah dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus didasarkan pada kebutuhan dan kepentingan publik.
Dalam diskusi Reformasi Institusional Perpajakan dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang digelar oleh Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak), Kepala Departemen Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan pembentukan kementerian, lembaga, atau badan baru bukan didasarkan pada aspek politik saja.
“Presiden kalau mau membentuk atau mengubah kementerian harus mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, cakupan tugas, proporsionalitas, kesinambungan, keterpaduan, juga harus menjelaskan tentang perkembangan global,” katanya mengutip UU Kementerian Negara, Selasa (4/6/2024).
Berkaca pada amanat dalam UU Kementerian Negara tersebut, presiden perlu memastikan pembentukan kementerian atau badan pajak yang terpisah dari Kemenkeu memang dapat menjawab kebutuhan publik dan mengatasi masalah yang ada saat ini.
“Kalau ujug-ujug kita pisahkan, apakah problem dari semua symptoms tadi terjawab atau tidak? Misal, kalau ternyata jawabannya lagi-lagi kita membutuhkan orang berintegritas, tidak perlu dipisah juga integritas harus ada,” ujar Zainal.
Terkait dengan posisi pajak serta kepabeanan dan cukai, menurutnya, presiden tetap perlu mempertimbangkan adanya pemisahan. Pasalnya, kepabeanan memiliki karakteristik yang cukup berbeda bila dibandingkan dengan pajak dan cukai.
“Kalau kepabeanan, dia punya fungsi yang berbeda. Ada fungsi spesifik, yakni proteksi masyarakat dari penyelundupan serta perdagangan ilegal. Mau ditaruh di mana ini? Apakah kepabeanan dipisah sendiri atau tetap di Kemenkeu? Ada komplikasi yang tidak sederhana,” jelasnya.
Seperti diketahui, pendirian BPN merupakan salah satu dari 8 program hasil terbaik cepat yang diusung presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilu 2024 Prabowo-Gibran. Simak Fokus ‘Rencana Badan Penerimaan Negara di Tangan Prabowo-Gibran’.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Kebijakan Pajak FIA UI Haula Rosdiana berpandangan pembentukan BPN merupakan amanat Pasal 23A UUD 1945. Sebelum UUD 1945 diamendemen untuk ketiga kalinya pada 2021, ketentuan pajak dan penganggaran sama-sama ada pada Pasal 23.
Setelah amendemen ketiga, pajak diatur tersendiri dalam Pasal 23A. Menurut Haula, adanya pasal khusus untuk pajak menunjukkan bahwa pajak adalah urusan tersendiri dan membutuhkan lembaga tersendiri pula.
“Ini artinya menjadi urusan tersendiri, urusan khusus, menjadi 1 hal yang penting, maka seharusnya dia tidak bisa digabungkan dengan kementerian yang lainnya," ujar Haula.
Menurut Haula, pembentukan BPN diperlukan untuk menghadapi tantangan di tengah dunia yang penuh dengan volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity (VUCA) pada saat ini. Menurutnya, BPN diperlukan agar otoritas pajak menjadi lebih agile dan adaptif. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.