Ilustrasi.
MANAMA, DDTCNews - Parlemen Bahrain memberikan persetujuan terhadap kebijakan pengenaan pajak sebesar 2% atas remitansi oleh ekspatriat ke luar negeri.
Namun, kebijakan tersebut ditentang oleh pemerintah Bahrain. Menurut pemerintah, pajak atas remitansi bertentangan dengan prinsip kebebasan untuk mentransfer uang. Alhasil, kebijakan itu juga berpotensi inkonstitusional karena hanya dikenakan atas ekspatriat.
"Bahrain menandatangani banyak perjanjian dengan negara-negara di dunia mengenai kebebasan untuk mentransfer uang. Bahrain berkomitmen untuk tidak melanggar prinsip ini," tulis pemerintah Bahrain dalam keterangan resmi, dikutip pada Rabu (10/1/2024).
RUU yang disetujui oleh parlemen tersebut menyatakan pajak sebesar 2% dikenakan atas transfer dana yang dilakukan lewat lembaga keuangan. Pajak dipungut oleh lembaga keuangan dan disetorkan kepada otoritas pajak, National Bureau of Revenue.
"Langkah ini akan berdampak negatif terhadap perekonomian, terutama sektor keuangan. Pengenaan pajak atas remitansi juga mendorong munculnya layanan transfer dana yang beroperasi secara ilegal," sebut pemerintah Bahrain seperti dilansir zawya.co.
Tak hanya itu, pajak atas remitansi dipandang perlu dibatalkan guna mempertahankan daya saing Bahrain.
"Bahrain sedang berupaya menjadi regional hub yang kompetitif. Perusahaan melakukan transfer secara rutin dengan jumlah besar setiap hari. Kehadiran pajak semacam ini hanya akan menimbulkan frustasi," jelas pemerintah Bahrain.
Menanggapi pandangan pemerintah tersebut, Wakil Ketua Parlemen Bahrain Ahmed Qarata menuturkan pemerintah terlalu banyak berfokus membela ekspatriat tanpa mempertimbangkan hak konstitusional rakyatnya sendiri.
"Di mana keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat ketika memberlakukan PPN sebesar 10%? Kalau melihat justifikasi pemerintah, menaikkan PPN dari 5% ke 10% sesungguhnya tidak sesuai konstitusi," katanya.
Sebagai informasi, pemerintah Bahrain meningkatkan tarif PPN dari 5% ke 10% pada 2022. Kala itu, tarif PPN dinaikkan dalam rangka menekan defisit dan menstabilkan anggaran akibat dari pandemi Covid-19.
Meski tarif PPN naik, barang dan jasa esensial seperti bahan pokok, jasa konstruksi pembangunan bangunan baru, migas, jasa kesehatan, jasa pendidikan, dan jasa keuangan tertentu masih terbebas dari beban PPN. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.