ANALISIS PAJAK

Pajak Iklan Online, Royalti atau Pembayaran Jasa?

Rabu, 02 Oktober 2019 | 11:30 WIB
Pajak Iklan Online, Royalti atau Pembayaran Jasa?

Wulan Clara Kartini,
DDTC Consulting

SAAT membuka Google, Facebook, atau situs lainnya, kita sering didapati iklan pada situs tersebut. Tidak banyak diketahui bahwa dibalik maraknya pekerja yang menggunakan internet sebagai sarana pemasaran bisnisnya, terdapat isu perpajakan yang ramai diperdebatkan.

Perdebatan itu tentang pajak iklan online (online advertising), apakah termasuk royalti atau pembayaran atas jasa. Di India, The Bangalore Bench of the Income Tax Appellate Tribunal menyatakan pembayaran wajib pajak kepada Google Ireland Ltd. berdasarkan ‘Adwords Program’ Distribution Agreement adalah royalti.

Tribunal mengamati ‘Adwords Program’ Distribution Agreement bukan hanya perjanjian untuk menyediakan ruang iklan, melainkan juga perjanjian untuk memfasilitasi tampilan dan penayangan iklan kepada pelanggan dengan bantuan berbagai alat dan perangkat lunak yang dipatenkan.

Wajib pajak atau pengiklan memiliki akses ke berbagai data dan menggunakan informasi untuk memaksimalkan perhatian pelanggan terhadap iklan yang ditayangkan. Tribunal mengamati kasus ini bukan hanya menampilkan iklan oleh pengiklan di situs web, melainkan kasus penggunaan teknologi yang dipatenkan, proses rahasia, serta penggunaan merek dagang oleh wajib pajak.

Menurut Hruschka, seperti dikutip Dorfmueller (2019), berdasarkan analisis terhadap ketentuan source taxation dalam Pasal 49 Income Tax Act (Einkommensteuergesetz atau EStG), disimpulkan bentuk penayangan iklan di internet seharusnya diperlakukan sebagai penggunaan hak.

Hruschka berpandangan pengiklan (subjek pajak Jerman) menggunakan software dari operator web asing (Google) untuk menayangkan iklan di situs web tersebut. Hruschka membagi jenis penayangan iklan di internet (online advertising) ke dalam tiga kategori.

Pertama, display marketing. Pengiklan dapat memesan tampilan iklan melalui operator website untuk (i) periode tetap dengan harga tetap atau (ii) tergantung pada konten yang diminta, dengan harga berdasarkan klik aktual.

Kedua, search engine marketing (SEM). Iklan terhubung dengan kata kunci tertentu yang diketik oleh pengguna ke dalam mesin pencarian pada situs web. Harga untuk SEM biasanya berdasarkan jumlah klik. Ketiga, search engine optimization (SEO).

SEO merujuk pada organisasi yang mengoptimalkan situs website, baik menggunakan personel sendiri atau penyedia jasa. Tujuannya untuk meningkatkan posisi situs website terhadap potensi daftar hasil pencarian pelanggan. Dengan SEO, tidak ada biaya yang dibayarkan kepada operator mesin pencarian.

Berdasarkan fakta yang ada, bagaimanakah seharusnya pemajakan yang tepat atas online advertising? Apakah pembayaran yang dilakukan pengiklan kepada penyedia situs webs dianggap sebagai royalti atau pembayaran atas jasa?

Bukan Kegiatan Pasif
DORFMUELLER (2019) berpandangan online advertising tidak dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan (pasif) dari penggunaan hak, termasuk know how atau software. Sebagai gantinya, aktivitas tersebut lebih pantas dikarakterisasikan sebagai kegiatan (aktif) dari pemberian jasa.

Dorfmueller menyatakan dalam kasus online advertising, pengguna website pada umumnya tidak dilengkapi dengan kode sumber. Oleh karenanya, pengiklan tidak memiliki hak atas know how di belakang algoritma.

Salah satu kontrak yang paling umum dengan detail ‘Advertising Program Terms’ menyatakan: “Customer authorizes . . . and its affiliates to place Customer’s advertising materials and related technology (collectively, ‘Ads’ or ‘Creative’) on any content or property (each a ‘Property’) provided by . . . or its affiliates on behalf of itself or, as applicable, a third party (‘Partner’).”

Berdasarkan kontrak tersebut, dapat dilihat penyedia situs web tidak menyewakan semua atau bahkan sebagian dari situs web-nya. Sebaliknya, penyedia situs web menempatkan iklan pelanggan dan teknologi terkait pada properti yang telah ditentukan.

Arnold (2008) menyatakan ketentuan mengenai royalti dalam suatu Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) hanya dapat diterapkan terhadap penggunaan atau hak menggunakan suatu aset, umumnya dalam konteks perjanjian lisensi, sewa, atau lease.

Untuk itu, perlu ditelaah lebih mendalam apakah pengiklan dapat menggunakan atau memiliki hak menggunakan suatu aset yang disediakan oleh penyedia situs web secara bebas dalam menampilkan iklannya?

Technical Advisory Group, seperti dikutip Darussalam dan Septriadi (2017) menyebut faktor-faktor berikut dalam membedakan sewa dan jasa. Pertama, aset tersebut secara fisik dikuasai penyewa. Kedua, penyewa mengendalikan aset tersebut. Ketiga, penyewa mempunyai kepemilikan yang signifikan atas aset yang disewa.

Keempat, pemilik aset yang disewakan tidak menanggung risiko jika terjadi penurunan penghasilan atau kenaikan biaya/pengeluaran apabila aset tersebut tidak berguna lagi. Kelima, pemilik aset yang disewakan tidak menggunakan aset tersebut secara bersamaan untuk memberikan pelayanan kepada perusahaan lainnya.

Berdasarkan faktor-faktor di atas dan jika dikaitkan dengan transaksi online advertising yang pada umumnya terjadi, dapat disimpulkan (i) tidak terdapat aset yang secara fisik dikuasai dan dikendalikan oleh pengiklan untuk dapat menampilkan iklan pada suatu situs website tertentu,.

Lalu (ii) pengiklan tidak mempunyai kepemilikan yang signifikan atas suatu aset karena setiap pihak bisa saja menayangkan iklannya pada website yang sama, (iii) pemilik website dapat menggunakan ‘lamannya’ secara bersamaan untuk memberikan pelayanan kepada perusahaan lainnya, tidak eksklusif pada satu pihak.

Selanjutnya, pembayaran berdasarkan biaya per klik atau metode pembayaran sejenisnya seperti kategori transaksi online advertising, yakni display marketing dan SEM, mengindikasikan bentuk layanan, yang semakin bagus layanan penyedia situs web, semakin tinggi harga yang ditagihkan.

Apabila transaksi online advertising diklasifikasikan sebagai kegiatan (pasif) dari penggunaan hak, termasuk know how atau software, harga yang ditagihkan akan menjadi harga tetap. Dengan demikian, dilihat dari pemenuhan kriteria royalti atas kegiatan sewa ataupun atas penggunaan hak dari suatu aset, termasuk know how dan software, pembayaran atas transaksi online advertising tidak dapat dianggap sebagai royalti, melainkan pembayaran atas jasa (business profit).*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 23 September 2024 | 17:43 WIB ANALISIS PAJAK

Paradoks Artificial Intelligence dalam Konteks Penghindaran Pajak

Selasa, 17 September 2024 | 17:11 WIB ANALISIS PAJAK

Adakah Isu Transfer Pricing atas Biaya Recharge Antarperusahaan?

Selasa, 17 September 2024 | 16:31 WIB ANALISIS PAJAK

Munculnya Significant Robot Function dalam Atribusi Penghasilan BUT

Jumat, 13 September 2024 | 16:27 WIB ANALISIS PAJAK

Mendorong Partisipasi Publik Nyata dalam Perumusan Kebijakan Pajak

BERITA PILIHAN