PRANCIS

OECD: Pajak Minimum Berlaku, PPh Badan Global akan Naik 6,5-8,1 Persen

Muhamad Wildan | Selasa, 23 Januari 2024 | 17:30 WIB
OECD: Pajak Minimum Berlaku, PPh Badan Global akan Naik 6,5-8,1 Persen

Ilustrasi. Working paper OECD bertajuk The Global Minimum Tax and the Taxation of MNE Profit.

PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakan implementasi pajak minimum global akan memberikan tambahan penerimaan pajak global senilai US$155 miliar hingga US$192 miliar per tahun, setara kurang lebih Rp2.425 triliun hingga Rp3.008 triliun.

Dua pertiga dari tambahan penerimaan pajak di atas berasal dari pengenaan top-up tax atas laba yang dipajaki dengan tarif efektif kurang dari 15%.

"Tambahan penerimaan tersebut setara dengan 6,5% hingga 8,1% dari total PPh badan global saat ini. Tambahan penerimaan diperkirakan akan dinikmati oleh semua yurisdiksi," tulis OECD dalam working paper-nya yang bertajuk The Global Minimum Tax and the Taxation of MNE Profit, dikutip Selasa (23/1/2024).

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Menurut OECD, qualified domestic top up tax (QDMTT) bakal memainkan peran penting dalam pemungutan top-up tax oleh setiap yurisdiksi atas laba yang kurang dipajaki di dalam yurisdiksi mereka sendiri. Makin banyak yurisdiksi yang mengadopsi Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE), makin banyak pula top-up tax yang dikenakan lewat mekanisme QDMTT.

Lebih lanjut, OECD memperkirakan sepertiga dari tambahan penerimaan seiring dengan implementasi pajak minimum global adalah berasal dari turunnya praktik profit shifting oleh perusahaan multinasional.

OECD mengeklaim berlakunya pajak minimum global sebesar 15% sebagaimana dimaksud dalam Pilar 2 bakal mengurangi disparitas tarif antara yurisdiksi investment hub dan yurisdiksi lainnya. Dengan demikian, insentif bagi grup perusahaan multinasional untuk melakukan profit shifting ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah bakal menurun.

Baca Juga:
Malaysia Berencana Kenakan Pajak atas Dividen sebesar 2 Persen

Selama ini, laba perusahaan multinasional cenderung dipindahkan ke yurisdiksi investment hub akibat rendahnya tarif yang berlaku di yurisdiksi tersebut. Berkat Pilar 2, tarif pajak efektif sebesar 15% diberlakukan secara global dan langsung menekan disparitas tarif pajak antaryurisdiksi.

"Kami memperkirakan laba yang dialihkan akan turun dari US$698 miliar per tahun menjadi US$356 miliar per tahun karena berkurangnya disparitas tarif antaryurisdiksi. Artinya, ada lebih banyak laba yang tetap ditempatkan di yurisdiksi tempat perusahaan multinasional melakukan kegiatan ekonomi signifikan," tulis OECD.

Berkurangnya praktik profit shifting ini diperkirakan akan memberikan manfaat yang lebih besar terhadap negara berkembang. Sebaliknya, yurisdiksi investment hub bakal kehilangan sekitar 30% basis pajaknya mengingat makin sedikit laba yang dialihkan ke yurisdiksi tersebut.

Baca Juga:
Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

Untuk diketahui, berbagai negara tercatat mulai mengimplementasikan pajak minimum global sesuai dengan Pilar 2 terhitung sejak tahun ini. Dengan berlakunya Pilar 2, perusahaan multinasional dengan omzet tahunan sebesar €750 juta per tahun harus membayar pajak dengan tarif efektif sebesar 15% di manapun mereka beroperasi.

Bila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tidak mencapai 15%, yurisdiksi tempat UPE berlokasi berhak mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki. Pengenaan top-up tax oleh yurisdiksi tempat UPE berlokasi dilakukan berdasarkan income inclusion rule (IIR).

Meski demikian, yurisdiksi sumber berhak untuk terlebih dahulu mengenakan top-up tax bila yurisdiksi sumber tersebut menerapkan QDMTT. Bila QDMTT diterapkan oleh yurisdiksi sumber, yurisdiksi tempat UPE berlokasi kehilangan hak untuk mengenakan top-up tax lewat IIR. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja