KEBIJAKAN PAJAK

Mengupas Prinsip Pemungutan PPN

Hamida Amri Safarina | Selasa, 29 September 2020 | 15:13 WIB
Mengupas Prinsip Pemungutan PPN

DALAM menentukan jangkauan yurisdiksi pemungutan PPN, umumnya dikenal dua prinsip utama, yaitu prinsip asal (destination principles) dan tujuan (origin principles).

Meskipun demikian, setiap negara memiliki pemaknaan tersendiri atas kedua prinsip tersebut. Perlu diakui, tidak ada pemahaman umum tentang bagaimana tepatnya asas dan prinsip pemungutan PPN ditafsirkan.

Dalam buku yang berjudul The Origin and Destination Principles as Alternative Approaches towardsVAT Allocation, Mariya Senyk menjelaskan asal-usul dan konsep atas destination principles dan origin principles. Kedua prinsip dijabarkan dalam tiga kerangka hukum internasional, yaitu berdasarkan pada perspektif WTO, OECD, dan tatanan hukum di Uni Eropa.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Senyk juga mencoba mengevaluasi konsep kedua prinsip pemungutan PPN tersebut dengan melihat kerangka hukumnya serta menghubungkan kesesuaian dengan konsep PPN. Dalam melakukan evaluasi dari prinsip pemungutan PPN, dibutuhkan pemahaman atas karakteristik jenis pajak yang dipungut.

Perlu dipahami, origin principles merupakan pengenaan PPN atas produksi yang dilakukan di dalam negeri tanpa melihat tempat barang atau jasa dimanfaatkan. Menurut OECD, PPN akan dikenakan atas ekspor barang dan atau jasa selama diproduksi di dalam negeri. Atas impor barang atau jasa yang berasal dari luar negeri tidak dikenakan PPN atau dikenakan tarif 0%.

Sementara itu, berdasarkan destination principles, PPN dikenakan atas konsumsi di dalam negeri tanpa memperhatikan asal barang atau jasa. Dalam implementasinya, PPN dikenakan atas impor barang atau jasa yang dimanfaatkan di dalam negeri dan terhadap ekspor barang atau jasa dikenakan tarif 0%.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Prinsip destinasi tersebut telah diterapkan di berbagai negara dan direkomendasikan oleh WTO. Pada 2011, European Commission telah mengumumkan perubahan penggunaan prinsip origin principles menjadi destination principles.

Dalam buku ini, penulis menyatakan satu-satunya kerangka hukum internasional yang tidak ada inkonsistensi makna terhadap prinsip asal, dapat dilihat dari perspektif WTO. Sebab, WTO saja yang memiliki definisi tunggal atas prinsip tersebut, yaitu pemungutan PPN berdasarkan tempat barang diproduksi.

Sementara itu, dalam kerangka hukum OECD dan Uni Eropa, prinsip asal masih memiliki beberapa definisi yang berbeda. Berdasarkan perspektif Uni Eropa, origin principles diartikan dua hal, yaitu tempat suatu barang atau jasa di buat dan lokasi keberadaan barang atau jasa saat penyerahan dilakukan. Kedua definisi tersebut digunakan berdasarkan konteks transaksi yang dilakukan.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Sementara itu, WTO juga memiliki konsep tunggal dalam mendefinisikan destination principles, yaitu dipungut di tempat tujuan dimanfaatkannya barang atau jasa. Dalam perspektif OECD, destination principles didefinisikan dengan beberapa cara, yakni sebagai pembebasan PPN atas ekspor, aplikasi pemungutan PPN atas impor, atau pemungutan PPN berdasarkan barang dikonsumsi.

Perbedaan definisi dan penggunaan prinsip pemungutan PPN mengakibatkan kebingungan antarpihak yang berkepentingan. Dengan demikian, tidak ada kepastian terkait pihak yang berwenang memungut PPN, apakah itu negara tujuan atau negara asal barang/jasa. Kemudian, perbedaan prinsip pemungutan juga berpotensi menciptakan pajak berganda.

Pada bagian akhir, Mariya Senyk menyampaikan penerapan destination principles lebih tepat untuk pemungutan PPN. Sebab, prinsip tersebut sesuai dengan kriteria atas PPN atau pajak yang berbasis pada konsumsi. Penggunaan destination principles juga dinilai lebih unggul dalam memastikan netralitas dalam kegiatan perdagangan internasional.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Secara keseluruhan, buku ini memberikan kemudahan untuk memahami origin principles dan destination principles. Ulasan dijabarkan dengan komprehensif dan berdasarkan interpretasi hukum yang mudah dipahami. Melalui buku ini, penulis mencoba mendorong para pembuat kebijakan untuk lebih akurat dalam menentukan suatu terminologi atas peristiwa hukum yang terjadi.

Buku ini dapat digunakan oleh pembuat kebijakan, praktisi, maupun akademisi dalam mengembangkan pemahaman terkait prinsip destination principles dan origin principles. Tertarik membaca buku ini? Silakan datang ke DDTC Library!

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra