LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2021

Mengoptimalkan Pajak dari Platform Aplikasi Telemedicine

Redaksi DDTCNews | Jumat, 10 September 2021 | 10:37 WIB
Mengoptimalkan Pajak dari Platform Aplikasi Telemedicine

Firyal Arsyi Aliyyah,
Surabaya, Jawa Timur

MASYARAKAT memiliki keterbatasan mobilitas dalam mengakses berbagai layanan publik, termasuk bidang kesehatan, pada masa pandemi Covid-19.

Peluang tersebut ditangkap pelaku usaha untuk mengadopsi skema layanan kesehatan berbasis teknologi informasi (TI) atau yang dikenal dengan istilah healthtech. Salah satu layanan unggulannya adalah aplikasi telemedicine.

Adapun telemedicine merupakan aplikasi layanan kesehatan yang menjangkau masyarakat melalui layanan telekonsultasi dengan dokter dan pembelian obat secara online, pembuatan janji medis tertentu di rumah sakit, serta inovasi layanan kesehatan lainnya.

E-Conomy SEA 2020 – program penelitian multitahun sejak 2016 yang dilakukan Google, Temasek, dan Bain & Company – melaporkan adanya lonjakan penggunaan healthtech di Indonesia sebanyak 4 kali lipat selama pandemi.

Dari kacamata perpajakan, peningkatan model bisnis baru ini menjadi potensi yang patut dipertimbangkan. Sejauh ini, belum ada peraturan khusus yang didesain untuk mengatur pengenaan pajak terhadap healthtech.

Semua aspek pajak, termasuk pada skema healthtech, masih menggunakan sistem self-assessment. Mengingat kepatuhan wajib pajak di Indonesia belum tinggi, tentu diperlukan upaya ekstra dalam mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor ini.

Untuk dapat mengetahui potensi pajak sektor healthtech, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai pola bisnis dari sektor tersebut serta tantangan kurang efektifnya penjangkauan melalui peraturan pajak konvesional.

Layanan Online Konsultasi Dokter

Salah satu bentuk layanan dalam aplikasi telemedicine adalah layanan konsultasi dokter secara online. Prinsipnya, tidak ada perbedaan antara konsultasi dokter secara online dan langsung melalui fasilitas kesehatan (faskes) konvensional seperti rumah sakit atau klinik.

Aspek yang membedakan keduanya adalah ketiadaan pertemuan secara fisik. Selain itu, perbedaan lainnya adalah mediator layanan kesehatan bukan lagi faskes, melainkan platform digital bukan klinik atau rumah sakit.

Bagaimana kondisi ini berdampak pada aspek pemajakannya? Dalam praktik secara konvensional, instansi kesehatan rumah sakit atau klinik berperan sebagai pihak pemberi kerja. Mereka merupakan pemotong pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Sementara, dalam konsultasi online melalui aplikasi telemedicine, dokter dan penyedia platform adalah mitra yang menghubungkan dengan pengguna. Dalam konteks ini, dokter merupakan tenaga profesional yang memanfaatkan platform untuk memberikan jasa.

Jika mengacu pada sistem self-assesment, dokter diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pemenuhan perpajakannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh.

Dengan demikian, dokter juga perlu melaporkan penghasilan dari jasa konsultasi melalui aplikasi telemedicine yang dipakai. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran dari para dokter tersebut untuk melaporkannya.

Lantas, apa upaya yang dapat dilakukan pemerintah? Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menjaring informasi dari penyedia platform aplikasi telemedicine. Data yang disimpan penyedia platform dapat dijadikan data tambahan bagi Ditjen Pajak untuk mengawasi dan menggali potensi pajak para pelaku usaha ekonomi digital.

Pemerintah dapat melakukan penunjukan platform sebagai pemotong pajak meskipun kemungkinan masih belum dapat diakomodasi melalui ketentuan pajak eksisting.

Mekanisme yang dapat diberlakukan adalah atas transaksi pembayaran yang telah masuk ke rekening bank penyelenggara milik platform dapat langsung dipungut/dipotong oleh platform dengan tarif rendah untuk disetorkan ke negara.

Penerapan tarif pemotongan yang rendah dimaksudkan agar tidak menimbulkan resistensi dari pelaku usaha dan tidak berdampak signifikan terhadap patokan harga atas aplikasi telemedicine kepada konsumen.

Penting untuk mengingat healthtech merupakan sektor bisnis yang baru berkembang dan sedang dibutuhkan oleh masyarakat, terutama pada masa kondisi pandemi. RUU KUP juga harus berupaya menjembatani hal ini sehingga ada dasar hukum yang kuat untuk menjadikan penyedia platform sebagai pemotong atau pemungut pajak.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Satrio Bayu 26 Maret 2023 | 10:58 WIB

Jawa Timur butuh anak muda seperti Firyaaall🫰🏻

11 September 2021 | 11:07 WIB

artikel yang sangat menarik

11 September 2021 | 11:03 WIB

artikelnya mudah dipahami dan bermanfaat banget.

11 September 2021 | 07:59 WIB

pelayanan publik memang diperlukan aplikasi yang efektif, tepat,dan efisien

11 September 2021 | 07:11 WIB

Artikel yang luar biasa semoga menjadi titik awal untuk selalu semangat meningkatkan kepekaan dan kepedulian sebagai generasi milenial di era digital

11 September 2021 | 05:04 WIB

Tulisannya sangat bagus, semoga dapat menambah wawasan dan pemahaman masyarakat luas.

11 September 2021 | 04:10 WIB

tulisan yang bagus, bagaimana kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi dapat dilaksanakan pada para pelaku telemedicine apalagi sekarang kegiatan tersebut berbasis kewilayahan...

11 September 2021 | 03:32 WIB

Artikel yang sangat bagus, sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini, Good Job..

10 September 2021 | 22:57 WIB

ide sangat sabgus , semoga bermanfaat dan pihak" yang berkepentingan terinspirasi dengan adanya artikel ini

10 September 2021 | 21:51 WIB

Tulisan yang Bagus Firyal....tetep RUU KUP perlu dikawal sehingga perpajakan di Indonesia bisa berjalan aman

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

BERITA PILIHAN