SEJARAH PAJAK INDONESIA

Mengenal Pajak Orang Asing Era Majapahit, Lindungi Usaha Pribumi

Redaksi DDTCNews | Jumat, 10 Juni 2022 | 16:30 WIB
Mengenal Pajak Orang Asing Era Majapahit, Lindungi Usaha Pribumi

Ilustrasi. Pengunjung memotret koleksi foto-foto situs dan candi di sela-sela peresmian Museum Pawitra di Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (4/6/2022). ANTARA FOTO/Moch Asim/aww.

JAKARTA, DDTCNews - Pemungutan pajak sudah berlangsung di Nusantara sejak ratusan tahun silam. Kerajaan Majapahit yang berkembang pasca-Mataram Kuno dan Airlangga pun menerapkan pungutan pajak kepada rakyatnya. Perekonomian era Majapahit juga makin berkembang setelah penemuan uang sebagai alat tukar.

Dikutip dari buku Jejak Pajak Indonesia Abad ke-7 Sampai 1966 yang diterbitkan Ditjen Pajak (DJP), implementasi pemungutan pajak pada masa Kerajaan Majapahit terekam secara acak dalam kitab Nagarakrtagama (1365), naskah-naskah kuno, dan berbagai sumber prasasti yang dibuat pada masa itu.

Sama seperti Indonesia masa kini, Kerajaan Majapahit pun berjalan sebagai negara agraris dan perdagangan. Pada akhirnya, pengolahan hasil bumi dan perdagangan menyumbang pendapatan yang besar bagi pemerintahan. Pajak tanah pun diatur lebih ketat agar pemanfaatan luasan lahan lebih efektif dan menguntungkan. Bahkan, ada denda bagi pemilik lahan yang menelantarkan tanahnya.

Baca Juga:
Tren Penerimaan Perpajakan Pemerintah Hindia Belanda 1817-1939

Selain pajak tanah, beberapa jenis pungutan pajak yang diterapkan di bawah pemerintahan Majapahit adalah pajak usaha, pajak perdagangan, pajak kerajinan, dan pajak pemilikan usaha transportasi bisnis.

Kemudian, ada juga pajak atas orang asing yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Kerajaan Majapahit. Pungutan pajak ini bertujuan memberikan perlindungan kepada para pedagang pribumi yang juga menjalankan usaha sejenis dengan pedagang pendatang. Kerajaan tidak ingin usaha yang dijalankan pribumi lantas tergerus oleh pesatnya perkembangan usaha para pendatang.

"Pajak orang asing dikenakan pada warga kilalan. Mereka adalah warga yang berasal dari berbagai negara dan melakukan usaha atau profesi tertentu di Majapahit," bunyi buku Jejak Pajak Indonesia, dikutip Jumat (10/6/2022).

Baca Juga:
Prasasti Taji: Muat Penjelasan Soal Pajak di Era Mataram Kuno

Disarikan dari Prasasti Wurudu Kidul, diketahui bahwa pajak bagi orang asing disebut kiteran. Pajak ini dipungut dari warga pendatang dari luar wilayah Majapahit seperti Jambudwipa, Campa, Cina, Kamboja, Yamana, Goda, Siam, dan lainnya.

Jika disambungkan ke dalam implementasinya saat ini, warga negara asing (WNA) yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam setahun, atau dalam 1 tahun pajak berada di Indonesia dan memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia memenuhi kriteria sebagai subjek pajak dalam negeri (SPDN).

Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 18/2021, WNA yang menjadi SPDN hanya dikenakan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dengan 2 ketentuan yaitu memiliki keahlian tertentu dan hanya berlaku selama 4 tahun sejak menjadi SPDN. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 24 Agustus 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Penerimaan Perpajakan Pemerintah Hindia Belanda 1817-1939

Sabtu, 17 Agustus 2024 | 13:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Prasasti Taji: Muat Penjelasan Soal Pajak di Era Mataram Kuno

Rabu, 14 Agustus 2024 | 17:00 WIB SEJARAH PAJAK

Mengintip 10 Jenis Pajak Unik yang Sempat Berlaku di Dunia

Sabtu, 10 Agustus 2024 | 13:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Pemungutan Pajak di Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja